Komitmen Pembangunan Hijau Kaltim Melalui FCPF-CF, Model Pengurangan Emisi Karbon Pertama di Asia Pasifik
KLIKSAMARINDA – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) serius menunjukkan keteladanan dalam upaya pengurangan emisi karbon melalui Program Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF).
Sebagai pionir di Asia Pasifik, program ini telah menyalurkan dana sebesar Rp150 miliar kepada 441 desa pada tahun 2024, menegaskan komitmen Kaltim dalam pembangunan berkelanjutan.
Dalam jumpa pers yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim di Hotel Aston Samarinda, Senin 2 Desember 2024, Ketua Dewan Daerah Perubahan Iklim Provinsi Kalimantan Timur (DDPI Kaltim), Prof. Daddy Ruhiyat mengungkapkan perjalanan panjang Kaltim dalam mewujudkan visi pembangunan hijau.
“Sejak 2010, Pemprov Kaltim telah membangun fondasi kuat untuk program pembangunan hijau. Komitmen ini telah mengubah paradigma tata kelola lahan dan pemanfaatan sumber daya alam, yang diperkuat melalui berbagai regulasi dan kebijakan pertumbuhan ekonomi sosial dan lingkungan,” jelas Prof. Daddy.
Staf PMU Sub Nasional FCPF-CF Biro Ekonomi, Khairul Fadly, merinci distribusi dana karbon yang telah dimulai. “Setiap desa rata-rata menerima Rp240 juta, kecuali di Kabupaten Kutai Kartanegara yang menerima sekitar Rp140 juta karena memiliki jumlah desa penerima lebih banyak,” ujarnya.
Program ini tidak hanya berfokus pada desa, tetapi juga melibatkan kelompok masyarakat dan komunitas adat. Sebanyak 143 kelompok masyarakat dan tujuh kelompok masyarakat hukum adat telah menerima manfaat dari program FCPF-CF, menunjukkan inklusivitas dalam upaya pengurangan emisi karbon.
Kaltim yang berjuluk Benua Etam, memiliki sejarah panjang dalam menghadapi tantangan deforestasi dan degradasi hutan. Melalui Deklarasi Kaltim Green 2010, provinsi ini telah mengambil langkah strategis menuju pembangunan rendah karbon dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Kepala Diskominfo Kaltim, Muhammad Faisal, menekankan signifikansi program ini. “FCPF-CF di Kaltim menjadi yang pertama di Asia Pasifik. Ini merupakan pencapaian yang membanggakan sekaligus tantangan untuk terus mempertahankan komitmen pembangunan hijau,” tegasnya.
Program ini juga mendorong praktik perkebunan berkelanjutan melalui penerapan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Perusahaan diwajibkan mengikuti standar ini untuk memastikan pengelolaan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Implementasi FCPF-CF di Kaltim menjadi model percontohan bagaimana dana karbon dapat efektif mendukung pengurangan emisi sekaligus memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat. Program ini mendemonstrasikan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
“Kami mengajak semua pihak untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga lingkungan. Keberhasilan program ini bergantung pada kolaborasi semua pemangku kepentingan,” tambah Prof. Daddy.
Dengan total dana Rp150 miliar yang disalurkan melalui Bank Dunia, program FCPF-CF membuka chapter baru dalam upaya pengurangan emisi karbon di Indonesia.
Kaltim membuktikan bahwa pembangunan ekonomi dapat berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan, memberikan teladan bagi provinsi lain dalam mengejar pembangunan berkelanjutan. (*)