Bahasa Daerah di Kaltim Perlu Perlindungan Agar Tidak Punah
KLIKSAMARINDA – Upaya pembentukan peraturan daerah yang melindungi eksistensi bahasa di Kalimantan Timur (Kaltim) terus berlanjut.
Hingga pekan kedua Juli 2023, DPRD Kaltim, melalui Panitia Khusus (Pansus) pembahas rancangan peraturan daerah (ranperda) Pengutamaan Bahasa Indonesia, Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah, telah memasuki babak baru.
Menurut Ketua Pansus pembahas ranperda Pengutamaan Bahasa Indonesia, Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah DPRD Kaltim, Veridiana Huraq Wang, dalam waktu dekat pembahasan akan memasuki tahapan uji publik.
Veridiana Huraq Wang menyatakan, tahapan uji publik sesuai jadwal kedewanan DPRD Kaltim Masa Sidang II tahun 2023.
Tahapan uji publik ini merupakan bagian proses finalisasi Ranperda. Rencananya, Pansus akan menggelar pada pertengahan Juli 2023.
“Kita sedang proses persiapan uji publik, yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini. Saya rasa, kira-kira pertengahan bulan Juli 2023,” ujar Veridiana Huraq Wang, Senin 10 Juli 2023.
Veridiana Huraq Wang menyatakan, Ranperda Pengutamaan Bahasa Indonesia, Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah di Bumi Etam sebagai upaya eksekutif dan legislatif untuk melindungi bahasa daerah agar tidak punah.
Veridiana Huraq Wang menilai Bahasa dan Sastra Daerah merupakan bagian dari identitas bangsa yang harus dilindungi oleh semua pihak.
“Bahasa daerah ini identitas bangsa, identitas suatu daerah. Di Kaltim, ada banyak bahasa daerah yang harus kita lindungi. Salah satu contohnya, sekarang ini di bandara sudah memakai bahasa Kutai. Mari kita jaga bahasa daerah agar tidak punah,” ujar Veridiana Huraq Wang.
Dukungan atas pembentukan perda tersebut datang dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, Muhammad Kurniawan.
Muhammad Kurniawan menyatakan, Ranperda ini merupakan inisiatif dari DPRD Kaltim yang akan ditindaklanjuti pelaksanaannya oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.
“Nanti untuk pelaksanaan dari perda ini, tentu akan ditindaklanjuti oleh pemerintah provinsi. Kita atur hal-hal yang bersifat teknis melalui peraturan gubernur atau acuan lainnya,” ujar Muhammad Kurniawan dihubungi terpisah.
Menurut Muhammad Kurniawan, sebelum adanya usulan ranperda tersebut, Disdikbud Kaltim telah mencantukan perlindungan bahasa daerah ke dalam proses belajar mengajar siswa. Perlindungan bahasa daerah itu termasuk ke dalam muatan lokal (mulok).
Saat ini, imbuh Muhammad Kurniawan, Kaltim memiliki 3 mulok. Mulok pertama berhubungan dengan sumber daya alam (SDA). Mulok ini memberikan pemahaman kepada para peserta didik tentang kekayaan alam di Kaltim.
Mulok Kedua berhubungan dengan budaya. Pada pembelajaran ini, para siswa mendapatkan pemahaman tentang seni tari tradisi di Kaltim.
Mulok ketiga berkaitan dengan pembelajaran bahasa daerah. Pada pembelajaran mulok ini, para peserta didik mendapatkan pembelajaran 4 bahasa daerah asli Kalimantan. Antara lain, bahasa Paser, bahasa Berau, bahasa Dayak, dan bahasa Kutai.
Mulok pembelajaran bahasa daerah asli Kaltim ini yang menjadi upaya Disdikbud Kaltim dalam melestarikan eksistensi bahasa daerah Kaltim.
“Sebenarnya itu sudah kita mulai dalam pembelajaran. Walaupun yang diajarkan itu bukan guru yang betul-betul menguasainya secara sertifikasi maupun kompetensinya. Namun, kita ingin melestarikan bahasa dan budaya daerah,” ujar Muhammad Kurniawan.
Muhammad Kurniawan berharap kehadiran Perda Pengutamaan Bahasa Indonesia, Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah ini dapat berfungsi dan bermanfaat bagi masyarakat Kaltim. Khususnya dalam upaya melindungi bahasa dan budaya yang ada di Kaltim agar tetap lestari. (Dya/Adv/DPRDKaltim))