Entertainment

Menelisik Patahan Psikologis Veteran Perang di Film Wrath of Man

KLIKSAMARINDA – Film Wrath of Man Agent King (2021) sarat adegan kekerasan. Tapi kali ini penyebabnya bukan sekadar bicara tentang dendam semata. Film Hollywood ini seolah hendak bicara tentang kehilangan yang menjadi penyesalan seumur hidup.

Kita bisa melihatnya dari rahasia tergelap seorang Patrick Hills (H), yang diperankan Jason Statham, yang berlapis. Tentu ini bukan tentang Patrick kawan SpongeBob. Ini tentang Patrick dalam Wrath of Man (2021).

Di film ini, Jason memang agak beda. Alur film jungkir balik dan plot yang relatif rumit dengan peran sosok H nama panggilan Patrick), yang tampak asing.

Jason Statham, yang biasa bermain dalam film action yang bertabur wanita seksi dan belahan dada, otot dan darah serta sedikit humor, kini dipaksa memainkan emosi dan watak yang lebih “jero” pada perannya.

Misal, ketika H harus menghadapi sang istri yang menyalahkan dirinya atas kematian anak mereka. H memang dingin dan brutal. Tapi kehilangan anak membuat mentalnya bergetar. Sedikit kehilangan berarti banyak yang dikorbankan.

H melakukan apa saja untuk menemukan nama dan orang yang menarik pelatuk senjata pada anaknya. Di awal film, dia menjadi seorang pelamar lowongan sekuriti penjaga mobil pengantar uang. H lalu diterima dengan hasil ujian sedikit di atas rata-rata.

Penilainya seorang mentor. Bullet. H lalu mengawali pekerjaannya dengan pandangan sinical dan minor dari rekan sejawat. Tapi itu tak lama. Dalam sebuah peristiwa perampokan mobil pengantar uang, H membantai seluruh perampok dengan tembakan yang akurat, terlatih, dan nyaris tanpa ekspresi.

Dia tampak takpunya belas kasih dalam pembantaian para perampok itu. Dalam istilah Bullet: “He’s a dark fucking spirit.

Dengan apik, Guy Ritchie sebagai sutradara film itu, mulai membuka lapis demi lapis masa lalu H. Dan film ini memang bicara tentang dendam H. Tapi dendam yang taksederhana.

Dendam itu berawal dari kehilangan orang terkasih. Dendam seorang ketua mafia yang kehilangan anaknya dalam perampokan mobil pengantar uang. H juga sebenarnya tengah merencanakan perampokan serupa. Namun keburu anaknya mati.

Tapi, dendamnya terbayarkan. H melakukan apa yang anaknya alami saat kematian kepada Jan, pelaku pembunuh anaknya, seorang tentara veteran perang Afganishtan.

Veteran Perang Afganishtan
Afghanistan menjadi kata kunci ketika mereka merencanakan perampokan itu. Para veteran perang itu merasa bosan ketika hari-hari hanya diisi dengan menonton televisi.

Seorang tokoh dalam film “Wrath of Man” mengatakan pada menit 1.03.18, “kita ditempa untuk bertempur, bukan nonton tv siang-siang. Orang Afghanistan perlakukan kita lebih baik daripada masyarakat kita sendiri.

Lalu muncul ide untuk merampok. Alasan mereka sederhana: hanya untuk menyalurkan kemampuan di medan tempur yang selama ini terkubur. Psikologis mereka terganggu saat kehilangan “habit” atau kebiasaan di medan perang sebagai prajurit yang memanggul senjata.

Mereka tidak lagi dianggap pahlawan, seperti di film “Billy Lynn’s Long Halftime Walk” yang dibintangi Kristen Stewart (2016). Kondisi yang sama-sama menggambarkan prajurit Amerika pascaperang. Kondisi itu takgampang.

Mereka pun melakukan persiapan. Awalnya mereka merampok di rumah-rumah. Hasil dan tantangannya tak cukup besar untuk dibagi kepada seluruh anggota tim. Ada harga diri yang terluka, yaitu pegangan hidup prajurit yang tak sempurna.

Lalu mereka pun merencanakan perampokan yang lebih heroik: merampok mobil pengaman pengangkut uang. Rencana inilah yang menjadi awal cerita di film Wrath of Man.

Memang, banyak sudah kisah perampokan menjadi layar film-film Hollywood. Sejak zaman “koboy” Bonnie and Clay, hingga film tadi. Tapi, dalam film ini, perampokan dilakukan sekelompok tentara profesional dengan kemampuan taktik militer dan persenjataan yang mumpuni.

Mereka terlatih dengan strategi perang sehingga dalam keadaan darurat dan rencana yang meleset pun, mereka tetap berpatokan pada pengetahuan bertempur di medan perang.

Terbukti saat mereka terkepung dalam perampokan terakhir di gudang uang milik perusahaan pengamanan “Fortico”. Mereka tetap bersiasat di tengah kondisi darurat yang membahayakan. Perampokan berakhir tragis. Seluruh prajurit tewas.

Film garapan Guy Ritchie ini pun jadi berdarah-darah. Sangat beda dengan film perampokan garapan Spike Lee “Inside Man” (2006).

Dalam film Inside Man dengan soundtrack lagu yang pernah populer di Indonesia karena joget polisi “Cayya Cayya” Norman Kamaru itu, perampokan berjalan tanpa darah. Bahkan, kasus dan pelakunya tak terlacak.

Sosok Misterius Andy Garcia
Untuk takmembuatnya jadi dramatis, usai menonton Wrath of Man, ada baiknya kita bicarakan Andy Garcia. Dia seorang aktor watak. Kemunculannya di awal-awal karir keaktoran menjadi sorotan dalam film Godfather Part III (1990).

Dalam Godfather III, Andy berperan sebagai pewaris tahta mafia Italia. Dia memiliki sosok muda, kaya, dan suka cari perkara.

Dia juga impulsif dalam bertindak dan miskin perhitungan. Detelah resmi menjadi Godfather, tampilan dan karakternya pun berubah.

Para mafia senior seangkatan ayahnya mencium tangannya. Gelarnya Don Vincenzo, diambil dari nama lengkapnya, Vincent Mancini Corleone (Mancini nama ayah, Corleone nama kakek).

Sebagai pemimpin keluarga mafia, mau tidak mau Vincent lebih mengatur temperamen dan tindakannya. Meski kadang masih terpengaruh sosok sang paman yang menjadi Godfather sebelumnya, Don Corleone (Michael Corleone) yang dimainkan sangat meyakinkan oleh Alpacino.

Dalam Godfather III, Andy memang matang sebagai aktor. Wajar jika di tahun 1991, dia masuk nominasi peraih Academy Award (Piala Oscar) kategori Best Actor in a Supporting Role. Setelah bermain dalam Godfather Part III, pria kelahiran Kuba ini seperti lenyap dari peredaran dunia hiburan, khususnya Hollywood.

Ada saja sebetulnya peran-peran kecil yang Andy mainkan. Namun tak sedahsyat perannya sebagai Don Vincenzo.

Peran menonjol Andy baru muncul 4 tahun kemudian dalam When A Man Loves A Woman (1994). Tiga tahun berikutnya dia muncul dengan memerankan penyair Federico García Lorca (1997).

Secara berturut-turut, Andy muncul dalam trilogi film Ocean’s Eleven, Ocean’s Twelve, dan Ocean’s Thirteen sebagai Terry Benedict. Itu pun tampil bukan sebagai pemeran utama.

Tapi, apa pentingnya menjadi peran utama? Andy tetap menyuguhkan permainan menarik dalam aktingnya. Peran-perannya seolah sengaja dipilih yang memiliki bayang-bayang suram, ketidakjelasan. Bahkan sedikit kekerasan dan berbau darah.

Pun begitu dengan perannya dalam film Wrath of Man Agent King (2021) sutradara Guy Ritchie. Tak banyak adegan yang dia mainkan. Hanya 3-4 adegan, di bagian awal, tengah, dan akhir film.

Dialognya singkat, taklebih banyak dari Jason Statham yang memerankan tokoh utama. Tapi, sosoknya kuat, tandas, dan penuh wibawa. Tak percaya, tonton saja Wrath of Man. (dwihb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status