Menelaah Politik Santuy Rusmadi

Dalam kompetisi, tidak semua kontestan menerima kekalahan. Rusmadi Wongso bisa jadi pengecualian.
PUBLIK tentu masih ingat bagaimana sikap Rusmadi saat tahapan pamungkas Pemilihan Gubernur Kalimantan Timur, Selasa 24 Juli 2018 lalu. Ketika Komisi Pemilihan Umum menetapkan pasangan Isran Noor-Hadi Mulyadi sebagai duet pemimpin anyar Kaltim,
Rusmadi –satu-satunya calon gubernur yang kalah– hadir dalam agenda itu. Ia menjadi teladan saat pemilihan kepala daerah lain diwarnai polemik. Rusmadi memang bukan berlatar politisi murni, namun sikap yang ditunjukkan Rusmadi merupakan cerminan politisi sejati.
Rusmadi baru saja terjun ke politik di momen Pilgub Kaltim tahun lalu. Dukungan masyarakat disebut-sebut membuat pria asal Kelurahan Sungai Dama ini memberanikan diri meletakkan jabatan aparatur sipil negara tertinggi di Kaltim demi bisa melangkah menuju kursi gubernur.
Praktis, sosok birokrat sekaligus akademisi ini pun berubah menjadi politisi dengan dukungan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, parpol penguasa Senayan. Bukan sekadar aji mumpung, Rusmadi menunjukkan sikap serius dalam keputusannya banting setir menjadi politisi.
Meski terbilang baru dalam percaturan politik regional, nyatanya Rusmadi mampu menandingi –bahkan mungkin melampaui– para politisi senior lokal dalam hal bersikap.
Kehadiran Rusmadi saat penetapan KPU Kaltim ini tentu menjadi penilaian sendiri di masyarakat, bahwa sosok yang pernah menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kaltim itu menunjukkan sikap sportif dan legawa. Meski kalah, Rusmadi bisa berlapang dada.
Sikap yang mesti ditunjukkan para peserta setiap kompetisi menerima kekalahan dan mengakui kemenangan lawan. Dia datang di momen penetapan Isran Noor sebagai Gubernur Kaltim terpilih. Bukannya tersenyum kecut atau bermuka masam, Rusmadi datang dengan semringah, penuh senyum, bahkan menjabat erat tangan Isran.
Sikap positif yang menunjukkan bahwa mantan Sekretaris Provinsi Kaltim ini begitu menghargai sebuah kompetisi. Hebatnya, beberapa hari sebelum penetapan Isran Noor sebagai gubernur terpilih, Rusmadi sudah terlebih dulu memberikan ucapan selamat kepada mantan Bupati Kutai Timur tersebut.
Ya, Rusmadi menjadi cagub pertama yang memberikan ucapan selamat secara langsung dengan mendatangi kediaman Isran di Sungai Kunjang. Dalam pertemuan itu, dengan wajah berseri-seri, Rusmadi menuturkan sikap legawanya, dan memercayakan masa depan Kaltim ke tangan Isran. Polemik dugaan pelanggaran dalam pilgub yang sempat diangkat tim suksesnya, lantas diakhiri saat itu juga.
“Hari ini sudah tunai, sebagai pribadi saya bangga karena beliau senior saya. Almameter yang sama. Fakultas Pertanian telah tempatkan dua gubernur di Kalimantan. Satu di Kaltara dan kemudian menyusul di Kaltim,” ucap Rusmadi, seperti dikutip Klik Samarinda di laman kawalrusmadi.com.
Dalam pertemuan itu, Rusmadi turut menyatakan bahwa kompetisi telah usai, sekarang saatnya untuk bersama-sama membangun Kaltim. Sebagai kandidat pemimpin daerah, tentu akan wajar bila Rusmadi memiliki ambisi menang di pilgub.
Namun ambisi seperti ini dalam beberapa kasus pilkada di Indonesia, kerap kali menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pasalnya para kandidat yang kalah, biasanya tidak mau menerima kekalahan, ngotot mengajukan gugatan, hingga melakukan hal-hal yang memunculkan konflik dan keresahan sosial.
“Kalau saya menempatkan hal ini seperti perlombaan lari. Berlari tanpa ada yang tersakiti. Kedatangan saya ke tempat pak Isran, ikut membuktikan bermartabat itu bukan hanya sebagai visi dan misi, tetapi memang sebagai nilai yang saya gunakan. Alhamdulillah semuanya sudah selesai,” kata Rusmadi.
Alih-alih memikirkan nasib rakyat, para kandidat tersebut malahan begitu kentara menunjukkan keegoisannya, tampak bila yang dikejar sebenarnya kekuasaan belaka. Rusmadi tidak demikian. Dengan cepat mengakui kekalahan serta memberikan ucapan selamat secara langsung kepada pemenang.
Apa yang dilakukannya merupakan sikap politisi sejati. Sikap yang patut diteladani oleh para politisi, bukan hanya di Kaltim, namun di daerah-daerah lain di Indonesia. Mengingat para politisi dewasa ini kerap digeneralisasikan dengan beragam metafora berkonotasi negatif.
Sikap Rusmadi ini di sisi lain merupakan tamparan bagi PDI Perjuangan selaku partai pengusung. Kita mungkin masih ingat betapa cawagub DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, absen saat pelantikan Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies Baswedan beberapa waktu lalu. Padahal bila dibandingkan pengalaman Djarot, Rusmadi jelaslah “anak kemarin sore” dalam dunia politik. Sikap kedewasaan dalam berpolitik nyatanya tak ditentukan lamanya seseorang berpolitik. Rusmadilah contoh nyatanya.
Sikap politisi sejati yang ditampilkan Rusmadi, seharusnya menjadi perhatian serius bagi PDI Perjuangan dalam menata peta politik pada tahun-tahun berikutnya. Rusmadi jelas sosok politisi yang bisa bersinar di masa depan. Sikap politiknya yang begitu dewasa, sangat bisa menarik simpati masyarakat luas. Tinggal bagaimana parpol memolesnya agar semakin bersinar memberikan manfaat kepada masyarakat secara umum, maupun kepada parpol itu sendiri secara khusus.
Rusmadi jelas bukan politisi sembarangan. Sosok seperti ini langka. Sosok-sosok seperti inilah yang dibutuhkan bangsa ini di zaman now. Bukan lagi para politisi yang hanya mau menang sendiri. Para politisi senior mestinya malu dengan apa yang dilakukan Rusmadi. Karena Rusmadi yang “masih hijau” itu nyatanya mampu menjadi politisi sejati tanpa harus mengumbar banyak janji. (*)