Kualitas Objek Wisata Ditentukan Wisatawan, Said Keliwar: Makanya Segmentasi Pasarnya Khusus
Menilai kualitas sebuah objek wisata ternyata tak bisa sekonyong-konyong. Hal tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik lokasi wisata, dan berlanjut pada segmentasi pasarnya. Apalagi, jika wisatawannya berasal dari mancanegara atau wisatawan dengan minat khusus.
“JIKA demikian, maka objek wisata yang dimaksud merupakan ekowisata,” kata Said Keliwar, Akademisi Politeknik Negeri Samarinda (Polnes), saat ditemui di ruang kerjanya, Senin 24 Juni 2024.
Contoh ekowisata ini bisa ditemukan di Kabupaten Berau. Di sana, sejumlah objek ekowisata bisa ditemukan. Mulai dari Kepulauan Derawan, Pulau Maratua, dan banyak lagi. “Apalagi Berau masuk bagian dari kawasan strategis pariwisata nasional. Makanya segmentasi pasarnya khusus,” ujarnya.
Bagi Said Keliwar, ada perbedaan khusus antara Kepulauan Derawan dan Pantai Manggar –Kota Balikpapan– maupun Pantai Tanah Merah –Kutai Kartanegara (Kukar). Salah satunya jumlah kunjungan. Dimana, Pantai Manggar dan Pantai Tanah Merah diprediksi jauh lebih banyak dikunjungi dibandingkan dengan Kepulauan Derawan.
Kendati demikian, dia menyatakan, jika konteksnya adalah kualitas objek wisata, maka hal tersebut juga berbanding lurus dengan kualitas wisatawannya. “Wisatawan dengan minat khusus, biasanya memiliki tingkat pendidikan menengah ke atas. Mereka biasanya juga punya karakteristik kepedulian dan kesadaran mengenai lingkungan. Wisatawan dengan minat khusus juga rela mengeluarkan uang sebanyak apapun untuk merasakan experience yang berbeda,” ungkapnya.
Hal ini tentu berbeda dengan objek wisata yang memiliki segmentasi pasar masal. Dimana kunjungannya banyak dilakukan wisatawan lokal dengan aktivitas wisata rekreasi. Di titik inilah, tutur Wakil Direktur IV Polnes ini, masalah kerap muncul. Contohnya, ketika wisatawan membawa makanan sendiri. Padahal di lokasi wisata sudah disediakan rumah makan. “Jika itu terjadi, maka tempat wisata yang dikunjungi tak mendapat benefit apa-apa,” ucapnya.
Padahal, jelas pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Kaltim ini, bisa saja rumah makan di lokasi wisata tersebut telah memiliki rantai distribusi bahan makanan dengan pihak lain. Seperti membeli di pedagang di pasar. Sementara pedagang pasar juga membeli dengan petani di kebun. “Kalau begini kan ada ekosistem yang terbangun, ada perputaran ekonomi dari petani di kebun ke pedagang di pasar dan rumah makan,” ulasnya. (fai)