Waduh, Angka Perceraian di Samarinda Tertinggi Se-Kaltim
KLIKSAMARINDA – Kota Samarinda menjadi wilayah tertinggi se-Kalimantan Timur (Kaltim) dalam angka perceraian. Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad mengatakan, di Kaltim pada 2018 perceraian tercatat 2.249 kasus. Tahun 2019 jumlahnya meningkat menjadi 7.803 kasus.
“Kasus perceraian di Samarinda yang tertinggi dibanding kabupaten/kota lainnya, yaitu sebanyak 2.665 kasus. Dimana 70 persen kasus karena gugat cerai dari istri dan 30 persen talak cerai dari suami dan kasus perceraian kebanyakan di usia 40 tahun ke bawah,” ujar Halda Arsyad saat Advokasi/Konseling Calon Pengantin (Catin) di Ruang Rapat Kartini DKP3A Kaltim, Selasa 20 Oktober 2020 melalui rilis Humas Pemprov Kaltim.
Beberapa kasus perceraian, menurut Halda Arsyad, dilatarbelakangi beberapa faktor yang kompleks, seperti masalah ekonomi dan orang ketiga serta KDRT.
Karena itu, menurut Halda Arsyad, untuk menekan angka kasus perceraian yang semakin meningkat, maka perlu adanya komitmen antara pemerintah, LM dan stakeholder terkait bersinergi bersama-sama mempunyai program bagi para remaja laki-laki maupun perempuan yang kelak menjadi calon pengantin (Catin).
Seperti dalam kegiatan advokasi dan konseling Catin yang diikuti 20 pasang catin dengan narasumber Kepala KUA Samarinda Ilir Imtiqa dan psikolog Yayasan Sinar Talenta Widarti. Menurut Halda Arsyad, pemahaman tentang pernikahan bukan hanya sebatas menyatukan dua hati dan dua individu. Terpenting apa tujuan dari pernikahan itu sendiri.
“Untuk itu suami-istri perlu saling membantu dan melengkapi agar saling mengerti untuk mencapai kebahagiaan yang diinginkan,” ujar Halda Arsyad.
Halda Arsyad menegaskan, berumah tangga pasti akan menemui problematika dalam kehidupan yang semula tidak dibayangkan akan terjadi. Ternyata tidak seperti dulu, semua berjalan manis dan terlihat indah.
“Tujuan perkawinan yang ideal tidak mudah digapai. Karena banyak kendala dan permasalahan yang menuntut setiap pasangan harus lebih arif menyikapinya dan tidak mudah saling menyalahkan,” ujar Halda Arsyad.
Terlebih, saat kondisi pandemi Covid-19 yang membatasi ruang gerak pasangan suami istri. Kterbatasan ruang gerak anggota keluarga di masa pandemi Covid-19 akan menimbulkan kejenuhan yang berujung pada ketidakharmonisan rumah tangga. Halda Arsyad mengingatkan jangan sampai pandeminya berlalu, keluarga meninggalkan masalah serta banyak terjadi perceraian. (*)