Nelayan Teluk Balikpapan Menang Gugatan di PTUN Jakarta, Batalkan Lokasi Alih Muat Batubara

KLIKSAMARINDA – Warga nelayan Teluk Balikpapan yang tergabung dalam Kelompok Kerja Pesisir (Pokja Pesisir) memenangkan gugatan terhadap Kementerian Perhubungan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Jumat, 14 Maret 2025.
Gugatan tersebut terkait pembatalan Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 54/2023 tentang penetapan lokasi alih muat batu bara (Ship to Ship/STS) di perairan Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim).
Pokja Pesisir, sebuah perkumpulan yang berkedudukan di Kota Balikpapan, mengajukan gugatan terhadap keputusan tersebut karena dinilai bertentangan dengan peraturan daerah dan berpotensi merugikan masyarakat nelayan.
Gugatan yang didaftarkan sejak 10 Oktober 2024 dan teregistrasi dengan nomor perkara 367/G/2024/PTUN.JKT ini telah melalui proses persidangan selama lima bulan sebelum akhirnya diputuskan.
“Dikabulkannya gugatan Pokja Pesisir di PTUN Jakarta tersebut merupakan langkah awal untuk memperoleh keadilan ruang yang menjadi syarat utama agar nelayan bisa sejahtera,” ungkap Mappaselle, Direktur Eksekutif Pokja Pesisir, menanggapi putusan tersebut.
Keputusan Menteri Perhubungan yang diterbitkan pada 8 Juni 2023 itu menetapkan lokasi alih muat batubara dari tongkang ke kapal induk (mothervesssel) di perairan Balikpapan, sekitar 8 mil dari muara Sungai Manggar.
Namun, berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2021 yang kemudian diintegrasikan ke dalam Perda RTRW Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2023, kawasan tersebut merupakan zona perikanan tangkap.
Sejak tahun 2017, nelayan Balikpapan telah sering mengeluhkan aktivitas bongkar muat batubara yang berdampak signifikan terhadap kehidupan mereka.
Dampak tersebut meliputi penurunan hasil tangkapan, penyempitan wilayah tangkap, peningkatan risiko tabrakan kapal, serta penurunan kualitas lingkungan pesisir dan laut Balikpapan yang dikenal memiliki keanekaragaman hayati tinggi.
Kondisi ini semakin memprihatinkan ketika nelayan yang berharap mendapatkan ikan untuk menghidupi keluarga justru menemukan batubara dalam jaring mereka.
Keadaan ini memicu aksi blokade aktivitas bongkar muat batubara di laut oleh nelayan Balikpapan pada tahun 2018.
“Kemenangan ini adalah kemenangan masyarakat nelayan, khususnya nelayan di Teluk Balikpapan maupun yang ada di pesisir Balikpapan dan Penajam Paser Utara yang selama ini berjuang untuk memperoleh keadilan ruang di laut,” tambah Mappaselle.
Husen, Koordinator Divisi Advokasi dan Kampanye Pokja Pesisir, menyampaikan harapannya, “Dengan dimenangkannya gugatan nelayan ini, diharapkan kedepannya aktivitas bongkar muat di zona tangkapan nelayan tidak akan ada sehingga laut kita kembali bersih dan lestari.”
Gugatan yang diajukan Pokja Pesisir didukung oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Masyarakat Nelayan Balikpapan.
Proses persidangan yang dimulai pada 7 November 2024 akhirnya mencapai titik terang dengan putusan yang mengabulkan gugatan tersebut pada 14 Maret 2025.
Putusan PTUN Jakarta ini disambut haru oleh nelayan Balikpapan. Fadlan, ketua Gabungan Nelayan Balikpapan (GANEBA), mengungkapkan perasaannya, “Sangat bergembira dan terharu atas putusan PTUN tersebut, semoga nelayan bisa memperoleh keadilan.”
Kemenangan hukum ini menjadi momentum penting bagi upaya pelestarian lingkungan laut di perairan Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim).
Dengan pembatalan keputusan menteri tersebut, diharapkan zona perikanan tangkap dapat kembali berfungsi optimal dan mendukung keberlanjutan mata pencaharian para nelayan. (*)