Herdiansyah Hamzah, Wacana IKN Tak Respon Kepentingan Masyarakat
KLIKSAMARINDA – Akademisi Hukum, Universitas Mulawarman, Kaltim, Herdiansyah Hamzah, memberikan sejumlah catatan terhadap rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kaltim. Menurut Herdiansyah Hamzah, ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab yang mengiringi rencana itu hingga saat ini.
Persoalan pertama, menurut Herdiansyah Hamzah, rencana itu menampakkan kepentingan elit tertentu tanpa memperhatikan kepentingan mayarakat di sekitar IKN baru. Hal itu memiliki konteks yang meliputi penanganan krisis ekologis di Kaltim yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat.
”Apakah pemindahan Ibu Kota Negara mampu menjawab krisis ekologis yang terjadi di Kaltim. Padahal kita tahu, penanganan dari krisis yang terjadi tidak terpisahkan dengan wilayah lain. Seolah-olah wacana IKN hanya berputar di wilayah elit politik dan tak pernah peduli dengan respon dan kritik masyarakat. Termasuk malasah ekologis itu,” ujar Herdiansyah Hamzah dalam seminar nasional bertajuk “Menimbang Aspirasi Pusat dan Daerah Dalam IKN di Kalimantan Timur” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Pusat Riset Politik – BRIN, Kamis 28 Oktober 2021.
Selain itu, Herdiansyah Hamzah juga menyoroti struktur kandungan rancangan undang-undang (RUU) IKN versi 34 halaman. Menurut Herdiansyah Hamzah, ada 10 pendelegasian pengaturan lebih lanjut melalui 4 ketentuan yang akan diatur dalam 4 Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden.
Keempat PP tersebut adalah pendanaan pasal 24 ayat 4, penyusunan rencana kerja dan anggaran Otorita IKN pasal 25 ayat 2, pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja pada pemerintahan khusus IKN pasal 26 ayat 2, dan pengelolaan Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan yang berhubungan dengan IKN pasal 27 ayat 14.
”Buat saja 1 pasal dalam UU. RUU ini rasa presiden, Ini tampak UU yang hanya memenuhi selera eksekutif. Bagaimana dengan pengawasannya yang menjadi ranah legislatif,” ujar Herdiansyah Hamzah.
Herdiansyah Hamzah menduga jika pengaturan IKN berbau kekuasaan presiden dikhawatirkan akan berubah ketika konstelasi politik berubah pasca pemilihan presiden 2024 mendatang. Karena itu, desain rencana dan UU pemindahan IKN harus berorientasi jangka panjang.
Sebelumnya, Kepala Pusat Riset Politik, BRIN, Firman Noor, menekankan perlunya untuk menimbang dua sisi perspektif tentang IKN dari pusat dan daerah yang selama ini belum banyak diulas.
“Sekaligus mencari titik bersama antara pusat dan daerah dalam menimbang IKN ini, karena seringkali daerah dirugikan dengan adanya kebijakan yang top down dan dampak migrasi yang akan muncul ke depannya,” ujar Firman.
Oleh karena itulah, diperlukan adanya suatu kegiatan diskusi yang sifatnya berkelanjutan dengan melibatkan berbagai stake holders terkait termasuk warga negara. Menurut Firman, Peran peneliti di Pusat Riset Politik BRIN adalah sebagai inisiator atau penggagas, concept developer dan juga mengorganisasi pelaksanaan kegiatan.
“IKN merupakan salah satu fokus kajian kontemporer Pusat Riset Politik saat ini, dengan harapan dapat memberikan solusi komprehensif atas wacana pemindahan ibu kota,” ujar Firman.
Webinar ini menghadirkan beberapa narasumber baik dari pusat maupun daerah, yaitu: Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, HM Aswin, Dosen Ilmu Politik FISIP UI, Andrinof Chaniago, Direktur Eksekutif Ruang Waktu Knowledge-Hub for Sustainable [Urban] Development, Wicaksono Sarosa. (*)