Bisnis Thrifting Berpotensi Turunkan Jumlah Ekspor, Nidya Ajak Pengusaha Tingkatkan Kualitas Produk
KLIKSAMARINDA – Thrifting atau bisnis barang bekas tengah menjadi sorotan. Pemerintah telah mengeluarkan larangan terhadap thrifting.
Yaitu adanya usulan Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) RI atas pelarangan bisnis pakaian impor bekas.
Presiden Joko Widodo juga merespon agar pihak terkait menindak tegas pelaku yang melakukan penjualan atau bisnis thrifting.
Pelarangan tersebut berdasar pada anggapan bahwa bisnis pakaian impor berpotensi mengganggu industri tekstil dalam negeri, merugikan pengusaha, dan mengakibatkan negara rugi hingga miliaran rupiah serta menurunkan tingkat ekspor.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Nidya Listiyono turut merespon kebijakan pemerintah pusat tersebut. Menurut Nidya, jika dilihat dari sisi ekonomi, langkah pemerintah tersebut untuk melindungi produk dalam negeri.
“Dari sisi ekonomi, tindakan ini sebagai bentuk perlindungan terhadap produk dalam negeri,” ujar Nidya ditemui di Gedung D Komplek DPRD Kaltim jalan Teuku Umar, Kota Samarinda.
Namun, Nidya menilai bahwa kebijakan yang diambil itu harus dikaji kembali. Sebab, sebuah kebijakan harus ditelaah dan dilihat dari berbagai sisi.
“Di satu sisi menurut saya, kita perlu mengkaji kebijakan yang diambil pemerintah. Kalau dari sisi bisnis, kalau kemudian dilarang, di mana letak salahnya? Kan gitu poinnya,” ujar Nidya.
Pria kelahiran Jember ini menambahkan, pemerintah harus benar-benar menelaah aturan yang nantinya berdampak pada pengusaha thrifting. Karena itu, Nidya menyarankan agar pemerintah juga mencari solusi untuk mereka agar dampaknya tidak terlalu terasa.
“Tetapi kalau bicara melindungi produk dalam negeri, tentu ini perlu dan ada aturan main yang baik. Agar nantinya, pengusaha atau pedagang baju bekas ini tidak mendapatkan dampak yang telak. Tetapi lihatlah dari dua sisi,” ujar Nidya.
Di sisi lain, Nidya juga meminta pengusaha dalam negeri untuk bisa meningkatkan dan memberikan kualitas yang terbaik kepada konsumen. Sehingga, produk dalam negeri dikenal mampu bersaing dengan produk luar negeri.
Pasalnya tegas Nidya Listiyono, masyarakat cenderung menganggap bahwa produk luar negeri lebih berkualitas dan tahan lama daripada produk buatan anak bangsa.
Padahal, fakta dan kenyataannya, banyak juga produk dalam negeri yang memiliki kualitas sebanding dengan luar negeri.
“Masyarakat menilai jika produk dalam negeri biasanya cepat rusak. Dalam artian kalah bersaing dengan brand luar negeri. Nah, ini menjadi trigger untuk brand dalam negeri agar bisa bersaing lebih kompetitif. Brand dalam negeri harus meningkatkan kualitasnya,” ujar Nidya.
Nidya juga menyarankan agar masyarakat semakin meningkatkan kecintaan terhadap produk dalam negeri. Hal ini demi meondorong peningkatan daya saing produk dalam negeri dalam pasar domestik maupun global.
“Kita harus ciptakan masyarakat cinta produk dalam negeri. Kita dukung terus produk dalam negeri agar mampu bersaing dengan luar. Kemudian untuk pemerintah, lihatlah dari semua sisi jika hendak membuat kebijakan. Kalau dari sisi perlindungan produk dalam negeri, apabila pemerintah melakukan pembatasan mungkin lebih arif,” ujar politikus Golkar ini. (Dya/Adv/DPRDKaltim)