News

Pernikahan Anak Usia Dini di Kaltim Cenderung Turun

KLIKSAMARINDA – Pernikahan anak pada usia dini di Kalimantan Timur (Kaltim) menunjukkan trend penurunan. Kepala Bidang PPPA Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noer Adenany mengatakan, kasus perkawinan anak di bawah umur yang terjadi di Kaltim dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami penurunan.

Noer Adenany mengungkapkan trend penurunan pernikahan anak usia dini di Kaltim berdasarkan data dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Kaltim.

“Sebanyak 845 perkawinan anak pada tahun 2019 menjadi 418 perkawinan anak pada semester 1 tahun 2020. Terdiri dari laki-laki 89 anak dan perempuan 329. Sementara angka perkawinan anak yang terjadi di Kabupaten Paser pada tahun 2019 sebanyak 111,” ujar Noer Adenany pada Kegiatan Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Anak di Kabupaten Paser, Kamis 12 November 2020.

Tetapi, trend penurunan pernikahan anak pada usia dini tersebut tetap menjadi perhatian serius dari berbagai pihak. Pasalnya, angka perkawinan usia anak masih tinggi.

Menurut Noer Adenany, Pemprov Kaltim perlu membuat aturan yang bersifat antisipasi kemudian melakukan berbagai upaya dari seluruh komponen masyarakat untuk memberikan pendidikan dan pencerahan tentang bagaimana cara mencegah perkawinan usia anak. Selain itu, perlu peningkatan peran tokoh agama masyarakat dan orang tua dalam memberikan pemahaman sekaligus penerapan nilai-nilai Luhur dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.

Selain itu, perlu terus dilakukan sosialisasi, advokasi dan edukasi kepada orangtua, anak dan meningkatkan peran serta lembaga terkait selain pemerintah seperti akademisi, dunia usaha, media massa dan masyarakat dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak dari segala bentuk tindak kekerasan.

“Langkah progresif harus bersama kita lakukan pasca disahkannya Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu batas usia perkawinan diubah menjadi usia 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Mengapa perkawinan usia anak dilarang karena berdampak pada sisi pendidikan, kesehatan, ekonomi dan kualitas hidup,” ujar Noer Adenany.

Menurut Noer Adenany, perkawinan usia anak memiliki resiko 5 kali lebih besar untuk meninggal dalam persalinan dibanding perempuan di usia 20 sampai 24 tahun. Karena itu, Noer Adenany berharap, kegiatan ini dapat membangun pemahaman bersama tentang perkawinan usia anak dan dampak negatif yang ditimbulkan untuk mencegah perkawinan anak.

Secara umum, di Indonesia dari data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan satu dari empat perempuan di Indonesia telah menikah pada usia kurang dari 18 tahun. Pada tahun 2017 terdapat 25,71 persen anak perempuan menikah dibawah usia 18 tahun, dan pada tahun 2018 tercatat ada 720 kasus perkawinan usia anak di Indonesia serta 300.000 rata-rata anak perempuan berusia dibawah 16 tahun menikah setiap tahun. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status