Ragam

Kiprah Sastrawan Kaltim dalam Kancah Munsi III

KLIKSAMARINDA – Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menggelar Musyawarah Nasional Sastrawan (Munsi) III pada 2–5 November 2020 di Hotel Novotel, Jakarta. Pertemuan sastrawan se-Indonesia itu mengusung tema “Memajankan Sastra Indonesia ke Forum Dunia”.

Dalam sambutan, Kepala Pusat Bahasa Aminudin Azis mengatakan, program BPPB di antaranya menerjemahkan sastra dunia yang laris sebanyak 1.250 buku dan menerjemahkan sastra daerah ke Bahasa Indonesia sebanyak 750 buku.

“Hasilnya nanti akan dikirim ke sekolah-sekolah dan taman bacaan. Ada KKLP (Kelompok Kepakaran Layanan Profesional) yang berbasis riset. Lalu lebih lanjut Aziz ingin mendengar dan membuka ruang untuk dialog dengan peserta supaya jelas permasalahan sastra terkini,” ujar Aminuddin Aziz saat pembukaan, 3 November 2020 lalu.

Hadir dalam acara tersebut sekitar 200 orang sastrawan se-Indonesia. Sebanyak 158 sastrawan melalui jalur seleksai dan 40 melalui undangan khusus. Tiga sastrawan Kaltim terpilih menjadi peserta Munsi III, yaitu Indah Prihatiningsing dari Balikpapan, Kartini Himatunnida dari Bontang, dan Sunaryo Broto dari Bontang.

“Ketiga sastrawan tersebut tergolong penulis sastra yang aktif berkarya dan menyemarakkan kehidupan sastra di Kaltim. Indah Prihatiningsih juga baru saja dinobatkan sebagai penerima penghargaan “Sastrawan Muda Kaltim 2020” oleh Kantor Bahasa Kalimantan Timur,” ujar Aminuddin Rifai mewakili Kantor Bahasa Kaltim.

Menurut Aminuddin Rifai yang juga inisiator Jaring Penulis Kaltim ini, keaktifan ketiga sastrawan Kaltim tersebut dapat dilihat dari banyaknya publikasi karya mereka, baik berupa buku maupun pemuatan di media massa. Sunaryo Broto menerbitkan kumpulan cerpen “Pertemuan di Kebun Raya” (2010), “Keringat Lelaki Tua” (2013), dan “Perjumpaan di Candi Prambanan” (2016) serta kumpulan puisi “Tentang Waktu” (2010).

Kartini menerbitkan kumpulan cerpen “Pesona Ganjil di Bantimurung” (2013), novel “Gurinding Cinta” (2015) dan “Baruga Denting Rindu Memanggil” (2015).

Indah Prihatiningsih, yang sering menggunakan nama pena Indah Nur Wakhid dan Indah Priha T., juga memiliki banyak novel. Di antaranya novella berjudul “Padmini “(2019). Cerpen Indah berjudul “Ning” yang dimuat dalam antologi “Luka Labatula” (2019) mendapat apresiasi tinggi dari kurator penghargaan sastra Kantor Bahasa Kaltim.

“Kehadiran ketiga sastrawan Kaltim dalam ajang pertemuan nasional sastrawan Indonesia bernama Munsi III tersebut kita harapkan dapat mengangkat nama Kaltim dalam konstelasi sastra nasional,” ujar Aminuddin Rifai yang karib disapa Amin Wangsitalaja.

Banyak pertanyaan dan perasaan keluar dari para peserta baik dari tatap muka dan daring saat musyawarah berlangsung. Di antaranya Atmo Tan Sidik dari Tegal yang mendukung pengembangan sastra daerah supaya bahasa daerah tidak punah. Fakhrunnas MA Jabar dari Riau ingin menerjemahkan sastra Indonesia ke dunia, selain mempertanyakan fungsi Komite Buku Nasional.

Sementara itu, sastrawan Kaltim, Sunaryo Broto mengusulkan agar Pusat Bahasa memperbanyak panggung sastra seperti penerbitan buku hingga kompetisi sastra untuk memicu gairah bersastra, khususnya di daerah. Kegiatan dapat serupa dengan kegiatan yang dlakukan Dewan Kesenian Jakarta.

“Tiap tahun bisa diselenggarakan kompetisi penerbitan buku untuk cerpen, puisi, novel, esai. Mirip seperti yang dlakukan Dewan Kesenian Jakarta. Juga perlu diperbanyak panggung sastra,” ujar karyawan PT Pupuk Kaltim ini. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
DMCA.com Protection Status