Kasus Penganiayaan Bocah SD di Muara Muntai Jadi Sorotan KPAI, Korban Tak Bisa Kembali ke Rumah
KLIKSAMARINDA – Kasus kekerasan terhadap anak di Muara Muntai, Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim) mendapatkan sorotan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kaltim. Komisioner KPAI Kaltim, Adji Suwignyo mengaku mendapatkan laporan kasus itu dari masyarakat.
Adji menyatakan telah mendapatkan sejumlah informasi terkait tindak kekerasan yang dilakukan oleh ibu tiri dan kakak tiri dari korban. Dalam kehidupan sehari-hari, korban tinggal bersama ibu tiri dan kakak tirinya. Sementara sang ayah bekerja di luar kampung dan jarang pulang.
Dari sejumlah keterangan, Adji menemui informasi jika korban telah mengalami kekerasan fisik maupun psikis. Antara lain, korban pernah dikurung tanpa diberi makan, dipukul, hingga ditusuk pemecah es batu.
“Pelapor mengatakan bahwa korban sering dikurung di dalam rumah. Bahkan para pekerja buruh di pasar sering mendengar suara teriakan korban di dalam rumah. Warga yang kasihan kemudian sering memberi makan korban yang ternyata dikurung oleh ibu dan kakak tirinya didalam rumah,” jelas Adji.
Adji Suwignyo menerangkan, pihaknya telah mempelajari kasus kekerasan yang menimpa siswa SD di Muara Muntai Kukar itu. Ia berharap pihak kepolisian bisa menuntaskan kasus perlindungan anak ini hingga ke ranah hukum.
“Kami sudah mempelajari kasus ini. Kami akan segera mengamankan korban ke rumah aman karena korban kekerasan tidak bisa dikembalikan lagi ke rumah pelaku kekerasan. Khawatir kejadian ini pasti terulang dan dampaknya bisa lebih bahaya bagi korban,” kata Aji Suwignyo, Jumat sore, 22 November 2019.
Adji menambahkan, meskipun telah ada upaya jalan damai antara keluarga dan anak melalui kepolisian, namun pelaku tetap memerlukan pembinaan dan hukuman. Tujuannya agar pelaku tak mengulangi pernbuatannya.
“Apalagi jika pelaku lebih dari satu orang sehingga sudah selayaknya para pelaku mendapatkan hukuman sesuai dengan apa yang dilakukannya terhadap korban,” tegas Adji.
KPAI Kaltim bersama Tim Perlindungan Anak dari Deputi Pemenuhan Hak Perempuan Kementerian PPA Republik Indonesia (RI) akan terus memantau perkembangan kasus ini.
“Kami harap agar kasus ini lebih didalami. Harus diketahui motif penyebabnya, karena menurut kami kasus seperti ini tidak hanya bisa diselesaikan melalui jalan damai. Harus ada pembelajaran yang sesuai dengan perbuatan, apalagi ini murni pidana,” kata Adji. (Jie)