CALS Serukan Perlawanan terhadap Pembangkangan Konstitusi Atas Rencana Revisi UU Pilkada
KLIKSAMARINDA – Constitutional and Administrative Law Society (CALS) mengeluarkan seruan perlawanan terhadap rencana revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu 21 Agustus 2024.
Langkah ini dianggap sebagai bentuk pembangkangan konstitusi oleh Presiden Joko Widodo dan partai-partai pendukungnya dalam upaya mempertahankan hegemoni kekuasaan menjelang Pilkada 2024.
CALS, yang beranggotakan 27 praktisi hukum terkemuka di Indonesia, mengkritisi keras rencana revisi UU Pilkada yang ditengarai akan dibahas DPR pada hari ini, Rabu 21 Agustus 2024. Revisi tersebut dinilai bertentangan dengan dua putusan MK terbaru terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dan penghitungan syarat usia calon.
“Presiden Joko Widodo dan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM+) hendak menghalalkan segala cara untuk mempertajam hegemoni kekuasaan koalisi gemuk dan gurita dinasti politik dalam Pilkada 2024,” tegas CALS dalam siaran persnya.
Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tertanggal 20 Agustus 2024 telah menafsirkan ulang Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada. Putusan tersebut mengubah persyaratan ambang batas pengusungan pasangan calon kepala daerah dari perolehan kursi dan suara di Pemilu DPRD menjadi perolehan suara sah dalam pemilu berdasarkan rasio jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Ketentuan ini memberikan keadilan dan kesetaraan kompetisi bagi seluruh partai politik, baik yang memperoleh kursi di DPRD maupun yang tidak,” jelas CALS.
Putusan ini juga dinilai membuka peluang hadirnya calon kepala daerah alternatif untuk melawan dominasi koalisi besar.
Sementara itu, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang juga dikeluarkan pada 20 Agustus 2024 menegaskan bahwa syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan saat pelantikan.
Putusan ini berpotensi menggagalkan rencana pencalonan Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, sebagai calon Wakil Gubernur Jawa Tengah karena belum memenuhi syarat usia.
CALS mengkritisi upaya Presiden dan DPR yang dinilai hendak merevisi UU Pilkada secara terburu-buru untuk menganulir putusan MK tersebut. “Ini adalah bentuk pembangkangan konstitusi dan pamer kekuasaan yang eksesif tanpa kontrol berarti dari lembaga legislatif,” tegas CALS.
Lebih lanjut, CALS menyoroti bahwa langkah ini berpotensi mendelegitimasi Pilkada 2024 sejak awal. “Aturan main Pilkada diakali sedemikian rupa untuk meminimalisasi kompetitor dengan menutup ruang-ruang kandidasi alternatif, memborong dukungan koalisi gemuk partai politik, dan memunculkan kandidat boneka,” ungkap CALS.
CALS juga mengingatkan publik tentang kontroversi Pemilu 2024 yang dinilai penuh manipulasi dan pelanggaran. “Presiden Joko Widodo dan partai pendukungnya menggunakan cetak biru serupa untuk melanggengkan dinasti politik melalui perombakan hukum secara instan dengan menyalahgunakan institusi demokrasi,” kritik CALS.
Menghadapi situasi ini, CALS mengeluarkan tiga seruan perlawanan:
1. Presiden dan DPR diminta menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada dan mematuhi kedua Putusan MK terbaru.
2. KPU didesak untuk menindaklanjuti kedua Putusan MK tersebut.
3. Jika Revisi UU Pilkada tetap dilanjutkan dengan mengabaikan Putusan MK, CALS menyerukan masyarakat sipil untuk melakukan pembangkangan sipil dengan memboikot Pilkada 2024.
Kontroversi revisi UU Pilkada ini menjadi sorotan publik dan media, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap proses demokrasi di Indonesia. Masyarakat sipil, akademisi, dan berbagai elemen bangsa terus mengawasi perkembangan isu ini dengan seksama.
Terlepas dari pro dan kontra yang muncul, seruan CALS ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga integritas proses demokrasi dan supremasi konstitusi di Indonesia.
Pilkada 2024 yang akan datang menjadi momentum krusial bagi masa depan politik Indonesia, dan setiap langkah dalam persiapannya harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. (*)