News

CALS Kirim Surat Terbuka kepada Presiden dan Ketua DPR Tolak Perubahan UU Mahkamah Konstitusi

KLIKSAMARINDA – Constitutional and Administrative Law Society (CALS) mengirimkan Surat Terbuka kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR Puan Maharani pada Jumat 17 Mei 2024. Isi surat tersebut menolak Rancangan Perubahan Keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang sedang dibahas DPR dan Pemerintah.

Dalam surat terbuka itu, CALS yang terdiri dari 26 akademisi hukum tata negara dan hukum administrasi negara di Tanah Air menyebut Rancangan Perubahan Keempat UU MK sebagai autocratic legalism atau upaya otoriter yang merusak bangunan negara hukum, demokrasi, dan mengancam independensi MK.

“Di masa lame duck atau mendekati transisi pemerintahan baru, DPR dan Presiden tidak seharusnya membahas dan mengesahkan RUU yang krusial bagi kekuasaan kehakiman,” demikian bunyi petikan surat tersebut yang diterima KlikSamarinda, Sabtu 18 Mei 2024.

Masalah Prosedural Pembahasan RUU

CALS mengungkapkan setidaknya ada lima masalah prosedural dalam pembahasan Rancangan Perubahan Keempat UU MK ini:

1. Perencanaan perubahan UU MK tidak terdaftar dalam Program Legislasi Nasional 2020-2024 maupun Prioritas 2024.

2. Pembicaraan Tingkat I dilakukan secara tertutup dan tergesa-gesa, tanpa melibatkan Fraksi PDIP dan sejumlah anggota Komisi III.

3. Partisipasi publik diabaikan karena kanal partisipasi ditutup dan dokumen RUU tak dapat diakses.

4. Memanfaatkan masa transisi pemerintahan untuk segera mengesahkan perubahan UU.

5. Pembahasan dilakukan saat masa reses DPR, bukan masa sidang.

Masalah Materiil yang Membahayakan

Selain masalah prosedural, CALS juga menyoroti sejumlah masalah materiil atau substansi dalam Rancangan Perubahan Keempat UU MK:

1. Pembahasan UU MK selama satu dekade terakhir lebih banyak mengatur masa jabatan hakim konstitusi, bukan penguatan kelembagaan dan kewenangan MK.

2. Terdapat indikasi untuk mengatur konfigurasi hakim konstitusi agar sesuai kehendak DPR dan Presiden.

3. Pengaturan evaluasi berkala hakim konstitusi oleh lembaga pengusul berpotensi mengancam independensi MK.

4. Penambahan anggota Majelis Kehormatan MK dari lembaga pengusul berpotensi mempersulit pengawasan etik hakim konstitusi.

5. Aturan peralihan berpotensi menyaring hakim konstitusi incumbent dengan meminta persetujuan lembaga pengusul untuk meneruskan masa jabatan.

“Hal ini semakin menguatkan syak wasangka bahwa perubahan UU MK ditujukan untuk pembersihan hakim konstitusi,” demikian CALS menuliskan dalam surat tersebut.

CALS juga menyerukan agar DPR dan Presiden tidak melanjutkan pembahasan dan mengesahkan Rancangan Perubahan Keempat UU MK. CALS meminta agar penyusunan UU MK selanjutnya lebih komprehensif, memperkuat MK, melibatkan partisipasi publik, dan berdasarkan kajian akademis yang mumpuni.

Dengan demikian, CALS menyatakan sikap sebagai berikut:

1. DPR dan Presiden tidak meninggalkan warisan yang buruk dengan menghentikan pembahasan dan tidak mengesahkan Rancangan Perubahan Keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi karena substansinya mengancam prinsip-prinsip negara hukum, demokrasi, dan independensi Mahkamah Konstitusi;

2. DPR dan Presiden menyusun undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi yang komprehensif dan berorientasi pada penguatan kelembagaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menjaga konstitusi dan melindungi hak-hak konstitusional warga negara dengan perencanaan yang memadai dan kajian akademis yang mumpuni, serta memperhatikan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation). (dwi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
DMCA.com Protection Status