NewsProvinsi Kaltim

Angka Stunting di Kaltim di Atas Standar WHO

KLIKSAMARINDAOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan standar level indeks keparahan stunting disebut krisis jika angkanya lebih atau sama dengan 15%. Provinsi Kaltim memiliki tingkat keparahan di atas standar WHO.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan bahwa angka stunting di Kalimantan Timur pada saat ini masih sebesar 26%.

Noryani Sorayalita menyatakan hal itu dalam kegiatan Pengembangan Desain Program, Pengelolaan dan Pelaksanaan Advokasi, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Pengendalian Penduduk dan KB Sesuai Kearifan Budaya Lokal Dalam Pencegahan Stunting, berlangsung di Balai Penyuluhan KB Penajam Paser Utara, Rabu 30 Juni 2021.

Noryani Sorayalita menambahkan program di Kementerian Kesehatan diharapkan dapat menurunkan angka stunting di Kalimantan Timur hingga 14 % pada tahun 2024 mendatang.

“Sedangkan data Stunting di Kalimantan Timur pada saat ini masih sebesar 26%, sementara program di Kementerian Kesehatan diharapkan angka stunting di Kalimantan Timur bisa turun sampai 14 % pada tahun 2024,” ujar Noryani Sorayalita melalui keterangan tertulis, Rabu 30 Juni 2021.

Noryani Sorayalita juga mengatakan, data Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, angka stunting nasional mengalami penurunan dari 37,2 % pada 2013 menjadi 30,8% pada 2018. Sementara menurut survei status gizi balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019 menjadi 27,7%.

Melalui strategi nasional penanggulangan stunting 2018-2024, pemerintah sudah mengupayakan konvergensi dengan mengintegrasikan dan menyelaraskan berbagai sumber daya untuk pencegahan dan penurunan stunting, mulai dari perencanan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi melalui Instruksi Gubernur Kalimantan Timur Nomor 5 Tahun 2021 tentang Percepalatan Penurunan Stunting.

Soraya menambahkan, angka kelahiran diprediksi akan mengalami lonjakan khususnya pada masa pandemi Covid-19 tahun 2021 ini. Kondisi itu perlu diwaspadai karena dapat meningkatkan stunting di sebuah wilayah.

Stunting merupakan masalah gizi kronis yang ditandai dengan kegagalan seorang anak untuk tumbuh dan berkembang optimal. Hal tersebut merupakan dampak dari kekurangan gizi secara komulatif, sehingga pertumbuhan anak terlalu pendek untuk usianya dan diikuti dengan penurunan kemampuan kognitif serta biasanya disertai pula dengan berbagai penyakit bawaan lainnya.

“Ini mengakibatkan resiko tinggi jangka panjang dan di masa depan akan menghasilkan sumber daya manusia yang kurang mempunyai daya saing atau kurang kompetitif,” ujar Noryani Sorayalita.

Penanganan stunting juga mendapatkan hambatan kala pandemi. Dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2020 halaman 38 dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia situasi pandemi menyebabkan terjadinya gangguan layanan gizi terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dan posyandu. Hal itu terjadi karena adanya pembatasan mobilitas masyarakat untuk mencegah terjadinya penularan virus Covid-19 sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
DMCA.com Protection Status