Target Kaltim 2026 Bebas Penyakit Malaria
KLIKSAMARINDA – Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) memiliki 381 kasus penyakit malaria dan menjadi kasus tertinggi dari 10 kabupaten/kota di Kaltim. Disusul Kabupaten Paser sebanyak 240 kasus dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) sebanyak 114 kasus.
Menurut Plt Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Setyo Budi Basuki, Pemprov Kaltim melalui Dinas Kesehatan terus memantau dan menekan angka penyakit yang berasal dari nyamuk Anopheles tersebut.
“Malaria berasal dari gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi Parasit Plasomodium Jika nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut mengigit ke manusia, maka parasit tersebut ditransfer ke tubuh manusia. Membuat manusia tersebut menderita penyakit malaria,” ujar Setyo Budi Basuki saat ditemui Jumat 15 Juli 2022.
Dinkes Kaltim saat ini menargetkan pada 2026 Kaltim bisa terbebas dari malaria. Namun, dalam upaya antisipasi malaria, Dinas Kesehatan Kaltim menghadapi kendala.
Antara lain seperti yang terjadi di Kutim dan Penajam Paser Utara. Di dua wilayah tersebut terdapat hutan tanaman produksi yang rawan penyakit malaria.
Sementara di kawasan tersebut terdapat kegiatan perhutanan yang membutuhkan tenaga kerja atau orang. Akibatnya, potensi terjadinya kasus penyakit malaria cukup tinggi di area hutan produksi.
Menurut Setyo Budi Basuki, yang rentan menderita malaria adalah mereka yang bersentuhan dengan habitat malaria atau bisa dikatakan perambah hutan.
“Daerah atau kawasan hutan itu memang ada nyamuk Anopheles. Sebetulnya jika nyamuk Anopheles di sana tidak mengigit orang yang berplasmodium, nyamuknya tidak apa-apa. Digigit saja juga tidak apa-apa,” ujar Setyo Budi Basuki.
Meski begitu, Setyo Budi Basuki menerangkan Dinkes Kaltim telah banyak berupaya untuk menekan kasus penyakit malaria di Kaltim.
Antara lain dengan melakukan sosialisasi tata cara menghindari gigitan nyamuk di kawasan endemis. Selain itu, Dinas Kesehatan juga telah membagikan secara rutin larvasida untuk mematikan jentik nyamuk.
“Masyarakat yang berada pada daerah endemis, tidurnya harus dilindungi. Maka kami membagikan kelambu. Kami juga secara berkala memberikan larvasida untuk mematikan jentik-jentik nyamuknya itu,” ujar Setyo Budi Basuki.
Demi mendukung pencapaian target tersebut, Dinkes Kaltim meningkatkan keaktifan dari Pos Malaria Hutan agar bisa melakukan screening masyarakat yang memiliki gejala-gejala malaria.
Dari screening ini, pemerintah bisa mengetahui orang tersebut memang mengalami penyakit malaria atau bukan.
“Kami juga memberikan pelatihan mikroskopis malaria kepada tenaga laboratorium di puskesmas maupun faskes lainnya. Tujuannya untuk mempunyai capability (kapabilitas) yang memadai agar bisa melakukan pendeteksian seseorang benar terpapar malaria atau bukan. Karena jenis plasmodiumnya berbeda, obatnya berbeda,” ujar Setyo Budi Basuki.
Kendati begitu, diakuinya tidak bisa seluruh permasalahan penyakit malaria dibebankan sepenuhnya ke Dinkes Kaltim. Perlu keterlibatan aktif dari seluruh masyarakat di Kaltim.
“Kami perlu dukungan dari semua pihak untuk menangani penyakit malaria,” ujar Setyo Budi Basuki.
Masyarakat diharapkan bisa menggalakkan 3M yakni, menguras penampungan air, mengubur barang bekas dan mendaur ulang barang bekas. Masyarakat diimbau secara rutin menggunakan lotion anti nyamuk yang mengandung DEET (diethyltoluamide).
Setyo Budi Basuki menyatakan, sebisa mungkin tidur menggunakan kelambu. Meskipun lembab dan panas, tapi langkah pencegahan ini penting.
“Kalau ada karyawan yang memang beraktivitas di hutan dan merasa badannya meriang panas dingin, datang ke puskesmas. Untuk benar-benar dipastikan,” ujar Setyo Budi Basuki.
Setelah dipastikan, tenaga kesehatan akan memberikan obat sesuai diagnosa. Namun, pasien diminta rutin meminum dan menghabiskan obat tersebut.
Meskipun kondisi badan dirasa sudah baik, tapi obat tersebut tetap dihabiskan, agar parasit Plamodariumnya mati.
“Ini obatnya memang dirancang mematikan parasit yang ada di dalam tubuh. Kalau tidak, maka plasmodiumnya akan tinggal, bisa di organ hati Pada saat tubuh kita lemah, dia bisa muncul kembali,” ujar Setyo Budi Basuki.
Setyo memastikan pihaknya terus melakukan edukasi seluas-luasnya kepada masyarakat betapa berbahayanya penyakit malaria ini.
Tentang Penyakit Malaria
Penyakit malaria memiliki beberapa varian atau parasit plasmodium yang berbeda. Namun, ada dua jenis parasit yang paling banyak ditemukan kasusnya di Indonesia Plasmodium vivax dan Plasmodium Falciparum.
Plasmodium vivax menimbulkan gejala yang lebih ringan. Parasit ini dapat bertahan di organ hari dalam jangka waktu beberapa bulan atau tahun. Walaupun tergolong ringan, malaria jenis ini dapat kambuh ketika daya tahan tubuh menurun karena parasit dapat aktif kembali.
Sedangkan Plasmodium Falciparum merupakan parasit yang tergolong paling berbahaya. Parasit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi, kejang, hingga koma.
Malaria jenis ini menjadi salah satu penyebab kematian akibat malaria tertinggi di dunia.
“Pergerakan aktif dari nyamuk Anopheles ini sejak pukul 6 sore hingga pukul 6 pagi. Berbeda halnya dengan nyamuk yang membawa virus Demam Berdarah Dengue (DBD). Nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus ini bergerak aktif secara maksimal pada pukul 6 pagi hingga pukul 6 sore,” ujar Setyo Budi Basuki. (Pia)