Nah, Milenial Samarinda Bicara Dampak Covid
KLIKSAMARINDA – Sekelompok anak muda milenial di Samarinda, Kalimantan Timur, melakukan aksi protes terhadap kondisi sosial ekonomi warga akibat terdampak Covid-9 dan kebijakan pemerintah.
Para aktivis muda ini melakukan aksi melalui eksebisi atau pamer kata-kata yang tertulis pada semacam spanduk atau karton di jalan-jalan di Kota Tepian.
Beberapa kalimat itu antara lain “Tujuan Kerja – Sesuap nasi – Se-swab Antigen.”
Ada juga kata-kata seperti ini, “Bansos dikorupsi, Kami Tak Makan Nasi atau Dibatasi Gak Dikasih Nasi.”
Tak hanya itu, aksi mereka juga menyasar beberapa tempat fasilitas milik pemerintah. Bukan melakukan aksi orasi, anak-anak muda ini cukup memajang spanduk itu dan membiarkan kata-kata yang mereka tuliskan mendapatkan pemaknaan masyarakat.
Misalnya seperti ini, “Bukan taut suara ambulance, tapi lebih takut suara perut kelaparan.” atau “Oksigen langka, Negara ke mana,” di depan RSU AW Syahranie Samarinda.
Ada pula kalimat yang menohok langsung pada konteks politik praktis yang mulai memanas akhir-akhir ini ketika para pesohor negeri mulai memajang wajah-wajahnya di baligo jelang Pilpres 2024 mendatang.
Para anak muda Kota Tepian ini menuliskan, “Pandemi Belum usai, 2024 sudah Dimulai.”
Kelompok Belajar Anak Muda ini memiliki kredo yang mereka publi di aku Instagramnya, yaitu
“Kelompok belajar anak muda lahir dengan semangat mewujudkan kesetaraan, kesejahteraan dan kemerdekaan yang direbut oleh rakyat itu sendiri dengan kekuatan yang independen dan berpihak pada kelas sosial menengah kebawah. Dan perjuangan merebut tersebut tidak bisa dilakukan hanya dengan individu atau perorangan, ia harus berjuang dengan berkelompok/memiliki wadah.
Di samping itu, KBAM juga hadir karena banyaknya anak muda yang masih perlu diorganisasikan, mereka tersebar di berbagai kampus-kampus, desa-desa, sekolah-sekolah, pabrik-pabrik, sehingga anak muda tidak lagi dimanfaatkan hanya sekedar menjadi anggota kelompok reaksioner, anggota partai politik Borjuis, dan lain sebagainya. Maka saatnya anak muda memilih kelompok yang tepat agar dapat maju dan terdidik untuk berjuang menuntuk hak dan kewajibannya. Seperti yang tertulis dalam catatan-catatan sejarah anak muda Indonesia.”
Aksi seperti ini memang tengah trend dan melanda dunia, ketika aksi lebih mengutamakan ide dan gagasan tinimbang meluaskan jumlah massa, misal di Thailand ketika seorang pengunjuk rasa Thailand dan aktivis Aliansi Teh Susu bersatu. Atau di Myanmar Hongkong, ketika protes diikuti Generasi Z yang tumbuh dalam kebebasan, kemakmuran, dan akses teknologi dan informasi yang lebih besar dibandingkn generasi sebelumnya.
Peneliti semiotika dari ITB, Yasraf Amir Piliang, menyebutnya sebagai kemampuan gerakan dari generasi yang melek teknologi, sarat dengan hiburan, dan cenderung terbuka.
“Generasi ini mampu menavigasi atau mengatur diri sendiri dan memiliki sifat kolaborasi yang tinggi, inovatif, serba cepat, dan costumize dalam menyatakan pendapat. Tapi di samping itu, generasi ini juga mudah melakukan aksi survailance atau generasi pengintip sekaligus juga generasi fun yang dikelilingi sumber hiburan. Mereka hidup dalam dunia hibrid atau dua dunia, virtual dan kenyataan.” (dui)