DPRD KaltimNews

Mekanisme Penetapan Calon Pj Gubernur Kaltim Diprotes Anggota DPRD

KLIKSAMARINDA – Mekanisme penetapan tiga calon Pj Gubernur Kaltim melalui sistem voting menuai protes dari anggota DPRD Kaltim, Ismail.

Ismail berpendapat bahwa proses penetapan 3 calon Pj Gubernur Kaltim seharusnya lebih terbuka dan sesuai dengan jumlah anggota masing-masing fraksi.

Sebelumnya, Ketua DPRD Kaltim telah menetapkan 3 calon Penjabat (Pj) Gubernur yang nantinya akan menggantikan Isran Noor dan Hadi Mulyadi sebagai kepala daerah usai purna tugas.

Penetapan 3 calon Pj Gubernur Kaltim itu dilakukan berdasarkan voting oleh 8 Fraksi dan 4 Pimpinan DPRD Kaltim saat Rapat Pimpinan (Rapim) di Kota Surabaya.

Menurut Ismail, pemilihan 3 nama calon Pj Gubernur terkesan tertut karena terlaksana di Kota Surabaya. Anggota Komisi II DPRD Kaltim ini pun buka suara saat Rapat Paripurna ke-29 Masa Sidang III Tahun 2023.

“Saya baca di media, sudah ada tiga calon nama Pj Gubernur yang dipilih saat rapim di Surabaya. Dalam rapim itu terjadi dinamika. Katanya pemilihan melalui voting. Nah, sistem voting ini mengganggu saya,” ujar Ismail, Kamis 7 September 2023.

Ismail menyatakan, pemilihan calon Pj Gubernur Kaltim ini untuk kepentingan masyarakat Kaltim. Maka sudah seharusnya terbuka.

Ismail juga menegaskan tidak ada yang menyatakan aturan baku untuk menentukan nama calon Pj Gubernur.

“Di satu sisi, kan tidak ada aturan baku yang mengatur tentang bagaimana menentukan PJ itu. Tidak ada di undang-undang, tidak ada juga di tata tertib (tatib). Sehingga, ini harus didiskusikan,” ujar Ismail saat ditemui di Gedung B Kompleks DPRD Kaltim, jalan Teuku Umar, Samarinda.

Menurut Ismail, jika peraturannya ditentukan oleh DPRD, maka berarti DPRD itu ada 55 orang, tidak satu orang (perwakilan fraksi).

“Putusan DPRD berarti dilakukan 55 anggota. Tapi ini yang voting hanya 8 orang (8 fraksi) berarti kurang fair,” ujar Ismail.

Meski begitu, Ismail memastikan ada perwakilan dari Fraksi Demokrat-Nasdem saat pembahasan soal Pj Gubernur. Hanya saja, pria kelahiran 24 Maret 1976 ini tetap tidak terima pemilihan Pj Gubernur dilakukan dengan sistem voting perwakilan fraksi.

“Tidak bisa kalau voting, kan ada yang jumlah fraksinya lebih banyak dan kecil. Ini sama-sama satu, enggak boleh, tidak adil. Boleh voting mengatasnamakan fraksi, akan tetapi mereprestasikan jumlah anggotanya,” ujar Ismail.

Ismail mempertanyakan jika ada anggota dewan yang tidak setuju bahkan membantah putusan fraksi. Otomatis, persoakan tersebut akan menjadi urusan internal.

“Silakan, tidak usah diperpanjang lagi. Berarti untuk usulan baru atau voting terbuka lagi itu enggak perlu,” ujar Ismail.

Ismail pun berharap agar penetapan calon Pj Gubernur Kaltim sesuai jumlah suara anggota masing-masing fraksi.

Namun sistem voting saat ini justru melalui perwakilan fraksi, sehingga dihitung 1 suara. Ismail merasa dirugikan, terutama jika berbicara untung rugi.

“Kita tidak boleh lepas dari asas keadilan, sebab dengan itu putusannya akan baik untuk Kaltim. Kalau mekanismenya seperti yang didiskusikan banyak orang, apalagi tidak melibatkan banyak pihak. Hasilnya pasti tidak terlalu maksimal,” ujar Ismail. (Dya)

Back to top button
DMCA.com Protection Status