Dewan Soroti Kasus DBD Samarinda 9 Orang Meninggal

KLIKSAMARINDA – Kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Kota Tepian Samarinda tercatat paling tinggi di Kaltim.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim pada 1 Oktober 2022 menyebutkan, kasus DBD di Samarinda mencapai 1.299 kasus.
Dari jumlah kasus tersebut, ada 9 kasus kematian hingga 1 Oktober 2022.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Sri Puji Astuti, menyatakan, jumlah kasus DBD di Samarinda memerlukan perhatian serius seluruh pihak baik Pemkot Samarinda maupun masyarakat.
Terlebih kondisi saat ini terjadi pergantian cuaca yang ekstrem sehingga kasus DBD lebih cepat meningkat.
Sri Puji Astuti menyatakan saat ini sudah saatnya masyarakat juga menjaga kebersihan lingkungan. Sebab sosialisasi sudah dilakukan secara masif, namun tidak akan efektif tanpa peran serta dari masyarakat.
“Pola hidup masyarakat yang perlu diubah, karena itu lebih susah daripada mengobati DBD (Demam Berdarah Dengue), apalagi saat ini masuk pancaroba,” ujar Sri Puji Astuti, Kamis 6 Oktober 2022.
Sri Puji Astuti memastikan dari Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Samarinda juga sudah rutin melakukan imbauan. Termasuk penyuluhan 3M Plus yaitu menutup, menguras, menyingkirkan atau mendaur ulang serta plus seperti, menaburkan bubuk larvasida, menggunakan obat nyamuk, menanam tanaman pengusir nyamuk dan lainya.
“Lingkungan saya sendiri, misalnya rumah bagus tapi belum tentu itu benar benar bebas jentik nyamuk. Ada pot bunga, ada kolam ikan, ada mungkin di dalam pembuangan, yang menimbulkan jentik nyamuk,” ujar Sri Puji Astuti.
Sri Puji Astuti mengharapkan kepekaan dari masyarakat yang harus menjaga sendiri kebersihan lingkungannya. Termasuk memperhatikan penanganan terhadap gejala DBD yang sering diabaikan oleh masyarakat.
“Kalau bisa ditangani dengan cepat. Inilah yang harus diperhatikan oleh masyarakat, terutama dalam menjaga agar tidak ada lagi genangan yang bisa memicu timbulnya jentik nyamuk,” ujar Sri Puji Astuti.
Selama iklimnya masih seperti ini, kesadaran masyarakatnya juga belum berubah pola hidup masyarakatkan belum berubah.
Sri Puji Astuti menilai masyarakt harus mengubah kebiasaan. Pasalnya, program pemerintah sudah jelas, baik dari kementerian sampai ke tingkat dinas, sudah jelas.
Selain itu, ada juga program satu rumah satu jumantik (juru pemantau jentik) yang sudah rutin disosialisasikan melalui puskesmas dan posyandu. Termasuk pemberian bubuk abate yang menurut Sri Puji stuti cara itu juga kurang efektif.
“Karena perlu biaya, lumayan loh lima bungkus Rp20 ribu dibagikan ke seluruh masyarakat Samarinda, perlu dana berapa lagi,” ujar Sri Puji Astuti. (Pia)