Dari Kunjungan Industri dan Studi Banding ke Pulau Dewata (1)
Selama 5 hari --Selasa 21 Januari 2025 hingga Sabtu 25 Januari 2025-- 14 mahasiswa dan mahasiswi Diploma 4 (D4) Program Studi (Prodi) Usaha Perjalanan Wisaata (UPW), Jurusan Pariwisata, Politeknik Negeri Samarinda (Polnes), melakukan Kunjungan Industri (KI) dan studi banding ke Bali. Berikut adalah catatan perjalanan yang ditulis Rika Nur Amalia Nanda dan Zahrah Maharani, 2 mahasiswi dari prodi jurusan kampus tersebut.

Oleh:
Rika Nur Amalia Nanda dan Zahrah Maharani
Mahasiswi Semester VI D4 Prodi UPW, Jurusan Pariwisata, Polnes
TANAH Lot menjadi pilihan pertama kami setelah tiba di Bali. Di sini ada dua pura yang terletak di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Di pura Tanah Lot kami disambut dengan pemandangan dua batu besar yang sangat indah dengan terjangan ombak yang membuatnya sangat indah. Di sana juga sangat ramai pengunjung dari berbagai negara.
Bagi kami, tata Kelola Tanah Lot tergolong baik karena terstruktur dan profesional. Terdapat tiket masuk yang jelas, area parkir yang tertata, dan petugas keamanan yang berjaga. Tanah Lot merupakan destinasi wisata yang populer, namun kebersihan dan keindahannya tetap terjaga. Pun, pengelolaan yang baik membuat pengunjung merasa nyaman dan aman
Di hari kedua, kami menyambangi Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Bali. Kami disambut baik beberapa dosen dan mahasiswa-mahasiswi dari semester II dan IV. Kami berkesempatan melakukan tur kampus yang luasnya mencapai 20 hektare. Bangunan di sana sangat banyak, dan nama-nama gedungnya sangat unik. Diantaranya memiliki unsur benda yang dipegang dewa-dewa. Di Poltekpar Bali, terdapat hotel untuk praktik mahasiswa. Bahkan terdapat lab-lab pendukung jurusan pariwisata.
Menurut kami, tata Kelola di Poltekpar Bali sangat baik karena fokus pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDN) dan tata kelola pariwisata yang berkelanjutan. Apalagi lembaga pendidikan sangat berperan penting dalam meningkatkan kualitas industri pariwisata di Bali.
Di hari yang sama, kami lalu menuju Pura Uluwatu; terletak di tebing terjal dengan pemandangan laut yang menakjubkan. Saat kami mengeksplorasi tempat wisata itu, kami selalu diimbau agar selalu berhati-hati dengan barang bawaan. Sebab di sana terdapat monyet liar yang sering mengambil barang-barang wisatawan. Monyet di sana sangat agresif dan wisatawan dilarang untuk memberi makanan.
Kami menilai, pengelolaan Pura Uluwatu cukup baik. Sebab, ada beberapa area yang perlu ditingkatkan kualitasnya. Seperti akses jalan menuju lokasi dan pengelolaan sampah. Kendati begitu, Pura Uluwatu merupakan destinasi wisata yang indah dengan pemandangan laut yang memukau. Sayangnya, kepadatan pengunjung dan kurangnya fasilitas kebersihan dapat mengurangi kenyamanan. Meski fasilitas kebersihan kurang, tetapi selalu ada petugas kebersihan yang berjaga di area tersebut.
Destinasi berikutnya yang kami kunjungi adalah Pantai Melasti. Pantai ini diapit oleh tebing kapur yang menjulang tinggi, menciptakan pemandangan dramatis dan unik. Air lautnya sangat jernih dengan warna biru kehijauan yang memikat. Pantai Melasti menawarkan banyak spot foto Instagramable dengan latar belakang tebing dan laut yang indah.
Saat di sana, kami memutuskan berpencar untuk menikmati pantai dan kembali berkumpul pada pukul 17.00. Tepatnya di lokasi Kecak Dance. Tari Kecak di Pantai Melasti diadakan di panggung terbuka, sehingga wisatawan bisa menikmati keindahan pantai sambil menyaksikan pertunjukan. Pertunjukan biasanya dimulai pukul 18.00 menjelang matahari terbenam, sehingga bisa menikmati pemandangan sunset yang indah. Pertunjukannya sangat seru. Apalagi, salah satu diantara kami (penulis, Red.), sempat didatangi pemeran Hanoman. Itu menjadi pengalaman pribadi yang berkesan.
Ditilik dari tata Kelola, kami menilai Pantai Melasti cukup baik dengan area parkir yang tertata dan fasilitas umum yang memadai. Terlebih, pantainya indah dengan air laut yang jernih. Namun, pengelolaan sampah dan kebersihan di sekitar pantai perlu ditingkatkan. Ulah oknum wisatawan yang membuang sampah membuat pasir pantai kotor. Apalagi, kami menemukan beberapa beling pecahan dari botol minuman di atasnya. (*)
*Rika Nur Amalia Nanda merupakan mahasiswi menerima Beasiswa Idaman Kukar, dan Zahrah Maharani merupakan mahasiswi asal Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar)