NPWP Akan Diintegrasi dengan NIK
KLIKSAMARINDA – Pemerintah akan menjadikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau KTP sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Penambahan fungsi KTP ini tertuang dalam Undang-Undang terbaru pemerintah tentang Harmonisasi Sistem Perpajakan yang baru saja disahkan oleh DPR RI.
Dalam Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) juga tak ada perubahan mengenai aturan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, besaran PTKP di dalam UU HPP masih sama seperti sebelumnya, yakni Rp54 juta per tahun.
“Jadi kalau yang bersangkutan punya pendapatan Rp4,5 juta per bulan, atau Rp54 juta per tahun, dia tidak kena pajak, atau PPh nya 0%,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers virtual pekan lalu.
Adapun penambahan KTP sebagai indentitas perpajakan ini bertujuan memudahkan DJP memantau wajib pajak, khusunya orang pribadi. Sebab, dengan integrasi ini, semua yang memiliki KTP akan secara otomatis terdaftar sebagai wajib pajak.
Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, tidak semua yang memiliki KTP dan menjadi wajib pajak otomatis ditarik pajaknya. Sebab, yang dikenakan pajak adalah orang yang merupakan seseorang yang termasuk objek pajak.
Mengutip dari Sri Mulyani, integrasi NIK dan NPWP ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan dan diprediksi akan selesai dalam 2024. Pengintegrasian data NIK sebagai NPWP tujuannya ialah untuk mempermudah pendataan dan pengawasan wajib pajak.
Hal ini karena setiap penduduk Indonesia memiliki 40 nomor identitas berbeda yang tersebar di berbagai lembaga dan instansi.
Tidak hanya itu, di lapangan sering ditemukan pula NIK fiktif dan ganda yang menghambat proses integrasi. Sesuai dengan aturan perpajakan, wajib pajak yang ditarik pajakanya yang berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
“Mengenai NIK sebagai NPWP, ini tidak berarti semua yang memiliki NIK bayar pajak,” jelasnya.
Saat ini, PTKP wajib pajak orang pribadi yang berlaku di Indonesia adalah sebesar Rp 4,5 juta perbulan atau Rp 54 juta per tahun.
“Jadi NIK sebagai NPWP tidak menyebabkan semua orang yang punya KTP bayar pajak, karena kalau pendapatan di bawah PTKP tidak bayar pajak,” tegasnya.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Kependudukan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri sepakat untuk mengintegrasikan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Integrasi NIK dan NPWP ini akan menjadi Single Identity Number (SIN) yang membantu sinkronisasi, verifikasi, dan validasi dalam rangka pendaftaran dan perubahan data wajib pajak sekaligus untuk melengkapi database master file wajib pajak.
Nantinya Ditjen Pajak akan memiliki akses terhadap data dan informasi yang berkaitan dengan pelaporan pajak seperti kegiatan usaha, peredaran pajak, penghasilan/kekayaan, transaksi keuangan, lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan/kegiatan usaha dari pihak ketiga. Adanya integrasi ini diharapkan mampu meningkat tax ratio karena mampu mendorong kepatuhan pajak dengan sistem self-assessment.
Melalui integrasi ini, wajib pajak akan makin sulit untuk memalsukan nominal pajak. Penyatuan ini adalah bagian dari integrasi basis data perpajakan.
UU HPP yang baru disahkan tersebut turut mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Salah satu yang disorot Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly terkait perubahan ini soal penggunaan NIK sebagai pengganti NPWP orang pribadi menuju sistem administrasi perpajakan yang sederhana, mudah, adil dan memberikan kepastian hukum.
Yasonna menilai, mengintegrasikan NPWP dengan NIK menjadi satu data memang memudahkan secara administrasi. Selain itu, penggunaan NIK sebagai instrumen administrasi wajib pajak bakal memudahkan wajib pajak orang pribadi dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakannya. Meski begitu, ia berharap, wajib pajak tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak.
“Yaitu apabila orang pribadi mempunyai penghasilan setahun di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp500 juta setahun,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (7/10).
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Prof. Zudan Arif Fakrulloh mengimbau agar masyarakat membiasakan menghapal NIK miliknya masing-masing. Apalagi, pemerintah menuju era satu data melalui NIK sebagai basisnya, sehingga penggunaan NIK menjadi syarat dalam mendapatkan akses pelayanan publik.
“Ini adalah satu tahapan yang kita desain agar semua masyarakat mulai peduli dengan yang namanya Single Identity Number,” ujarnya dari laman Dukcapil Kemendagri. (*)