DPRD Samarinda

Komisi II Segera Usulkan Sinkronisasi Aturan Reklame di Samarinda

KLIKSAMARINDA – Anggota komisi II DPRD Samarinda, Laila Fatihah mengatakan, Komisi II dalam waktu dekat akan mengadakan hearing bersama Asosiasi Reklame Samarind.

Hearing tersebut merupakan langkah lanjutan Komisi II DPRD Samarinda untuk membenahi masalah perizinan reklame di Kota Samarinda yang belum kunjung usai.

Di satu sisi, Pemkot Samarinda, melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau Dinas PUPR akan menertibkan reklame liar. Namun di sisi lain, pengusaha reklame sudah membayar pungutan pajak kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Samarinda.

Menurut Laila Fatiha, kondisi tersebut menyebabkan adanya tumpang tindih aturan.

“Jadi punya aturan masing-masing. Bapenda punya aturan sendiri. Sedangkan mereka memungut ini persyaratannya belum memenuhi,” ujar Laila Fatiha, Rabu 14 September 2022 lalu.

Laila Fatiha menegaskan, pihaknya akan memberikan rekomendasi kepada para pemangku kebijakan dan dinas teknis untuk melakukan sinkronisasi antara Bapenda dengan Badan Perizinan.

Akibatnya, pengusaha hanya membayar pajak. Namun kewajiban pembayaran IMB yang menjadi dasar penarikan retribusi terlewatkan.

Berdasarkan data dari Komisi II DPRD Samarinda, ada sekitar 4.121 reklame di Samarinda. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.798 dipungut pajak.

Sementara dari 3.798 reklame, hanya 15 sampai 20 reklame yang berstatus legal.

Karena itu, Laila Fatiha melihat adanya ketimpangan yang terjadi karena pengusaha enggan memperpanjang izin yang harus diperbarui setiap tahunnya.

Laila mengungkapkan bahwa Dinas PUPR juga terkendala dalam hal pembongkaran reklame yang ditertibkan.

“Bando (bentuk reklame) 51 titik, 23 titik sudah dibongkar. Pembongkaran juga jadi masalah, tidak mudah membongkar itu,” ujar politisi PPP ini.

Sementara itu, menurut Laila Fatihah, Dinas PUPR tidak memiliki anggaran untuk pembongkaran reklame. Sehingga upaya penertiban juga seakan menemui kebuntuan.

Di sisi lain, pihak pengusaha selalu menunda pembongkaran dan tetap membiarkan reklamenya terpasang.

“Supaya nggak dorong-dorongan, PUPR diminta nggak punya anggaran. Saat Wajib Pajak (WP) ini disuruh bongkar, mereka cuma iya iya aja,” ujar Laila Fatihah.

Laila Fatiha menyarankan agar dalam hal perizinan reklame, perlu adanya aturan tentang perawatan atau asuransi.

Aturan ini untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan jika sewaktu-waktu terjadi kerobohan reklame, terutama reklame yang berbentuk bando. (Pia/Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status