Hiyung: Cabai Terpedas di Indonesia Ada di Kalimantan (1)
Di Kalimantan Selatan, ada jenis cabe rawit yang diklaim sebagai yang terpedas di Indonesia. Cabai itu bernama Hiyung. Tingkat kepedasannya mencapai 17 kali lipat.
BAGI orang Indonesia, makan kurang sedap tanpa cabai atau sambal. Rasa pedas dari kandungan capsaicin pada cabai, dirasa mampu meningkatkan nafsu makan. Karenanya sambal pun selalu tersedia di setiap hidangan. Semakin pedas, semakin tinggi pula nafsu makannya. Cabai rawit hiyung dari Kalsel ini, bisa Anda pilih untuk membuat sambal. Cabai rawit itu merupakan yang terpedas di Indonesia.
Di balik rasa pedasnya, cabai Hiyung memiliki keunikan. Cabai tersebut hanya bisa ditanam di Kalsel. Jika ditanam di daerah lain, rasanya pedasnya tidak terasa. Sesuai dengan namanya, cabai yang diklaim sebagai terpedas di Indonesia ini hanya tumbuh di Desa Hiyung –Kecamatan Tapin Tengah, Kalimantan Selatan. Jenis cabai ini juga bisa ditanam di daerah lain. Namun menurut petani sekitar, tingkat kepedasan dari cabai tersebut akan jauh berkurang jika ditanam di daerah lain. Bahkan rasanya cenderung tidak pedas.
Menurut hasil penelitian Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen milik Kementerian Pertanian Republik Indonesia, cabai Hiyung memiliki tingkat kepedasan mencapai 2333,05 ppm. Tingkat kepedasan tersebut setara dengan 17 kali lipat kepedasan dari jenis cabai biasa.
Cabai Hiyung diperkirakan ada sejak 1993. Berawal dari seorang petani bernama Soebarjo yang membawa bibit cabai dari desa tetangga; Desa Linuh –Kecamatan Bungur, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Sebelumnya, wilayah Desa Hiyung didominasi oleh lahan gambut, sehingga membuat wilayahnya kurang subur dan selalu gagal jika ditanami padi. Selain itu, juga banyak hama yang muncul.
Kondisi tersebut membuat warga sekitar pasrah. Namun, langkah Soebarjo yang membawa bibit cabai dari desa sebelah itu menjadi jalan keluar. Bibit itu berhasil ditanam dan membuat cabai yang dihasilkan memiliki tingkat kepedasan yang tinggi. Sejak saat itulah, masyarakat sekitar beralih menjadi petani cabai. Pertumbuhan cabai Hiyung pun sangat berkembang pesat. Hal tersebut memunculkan sebuah perkumpulan yang diberi nama Asosiasi Cabai Rawit Hiyung di daerah tersebut.
Asosiasi tersebut diketuai oleh Junaidi. Ia menyebutkan bahwa masyarakat bisa menghasilkan 2 ton cabai per masa panen sebanyak 30 kali dalam satu tahun. Harga tertinggi cabai ini mencapai Rp 70 ribu hingga Rp 90 ribu per kg. Harga di pasaran bisa lebih mahal dari harga tersebut. Keuntungan itu juga bersamaan dengan masyarakat luar yang tak henti memesan cabai hiyung dari para petani di Desa Hiyung.
“Saya sekarang punya sedikitnya 35 pelanggan. Itu dari pengepul, pengecer, dan rumah makan. Kalau lokasi pemesannya dari Kalimantan Selatan sampai daerah Jawa juga ada,” ungkap Junaidi, seperti yang dikutip dari Good News From Indonesia.
Selain memiliki tingkat kepedasan tinggi, cabai Hiyung memiliki keunggulan lainnya; awet. Bahkan bisa bertahan hingga 8 sampai 10 hari. Hal itu juga dibuktikan oleh Junaidi saat dirinya mengantar cabai Hiyung ke pameran tingkat nasional di pelbagai daerah di Indonesia. “Boleh dibilang cabai terpedas dan terawet di Indonesia menurut penelitian itu. Kalau di tingkat dunia, belum ya. Tapi kita bangga punya cabai ini,” jelas Junaidi.
Para petani pun memaksimalkan penjualan cabai dengan berinovasi membuat produk lain. Seperti Abon Cabai Hiyung yang dihargai Rp 15 ribu per botolnya. Cabai Hiyung dan produk lainnya tidak hanya didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia saja, melainkan hingga ke luar negeri seperti Spanyol dan Jepang.
Kesuksesan petani cabai Hiyung turut mendapat dukungan dari pemerintah setempat, karena dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Pemerintah Kabupaten Tapin pun mengembangkan 200 hektare lahan untuk tanaman cabai Hiyung di daerah tersebut.
Bukan hanya itu, cabai Hiyung sudah terdaftar sebagai varietas tanaman lokal di Kementerian Pertanian dengan nomor 09/PLV/2012. Meski begitu, para petani kerap mengalami hambatan saat menanam cabai Hiyung. Misalnya kondisi alam dan cuaca seperti musim hujan. Selain itu, kebakaran juga pernah menjadi hambatan saat menanam cabai Hiyung akibat dari kebakaran hutan dan lahan. (*)