EkbisRagam

Mengubah Layang-layang Menjadi Profesi

Nikmatilah hembusan angin di wajah, benang di tangan Anda, dan perasaan bebas ketika menerbangkan layang-layang. Mungkin sebagian dari kita mengetahui bahwa layang-layang berkaitan dengan daya angkat, dorong, tarik, dan tekanan angin.

Tanggal 8 Februari adalah hari Layang-layang. Sejak 470 SM, keberadaan layang-layang diyakini berasal dari China. Semula layang-layang diciptakan untuk memata-matai musuh dan mengirim pesan. Dalam perkembangannya, layang-layang menjadi hobi, olahraga dan kegiatan seni yang dilombakan dalam festival.

Layang-layang Peter Pan. (Foto: Courtesy/Lianawati)

 

Layang-layang Peter Pan. (Foto: Courtesy/Lianawati)

Seorang warga Indonesia yang sudah lebih dari 50 kali menjadi juara lomba layang-layang di manca negara, Lianawati Lie, 62 tahun asal Surakarta, mengubah hobi bermain layang-layang itu menjadi profesi. Semasa sebelum pandemi, hampir setiap bulan ia mendapat undangan, baik untuk lomba maupun festival, terutama ke China, Australia, negara-negara di Eropa seperti Jerman dan Perancis serta ASEAN.

Kepada VOA ia mengaku, karena mempunyai enam orang kakak yang semuanya laki-laki, maka ia suka ikut bermain layang-layang sejak kecil. Kemudian setelah melihat perkembangan layang-layang yang semakin canggih, dalam arti tidak tradisional yang pipih dan berbentuk segitiga,

melainkan tiga dimensi, maka ia tergugah untuk mencoba membuat dan mengikuti berbagai festival sejak awal tahun 2000-an.

Namun kini dengan merebaknya pandemi, sejak tahun lalu Liana mengikuti festival layang-layang secara virtual yang diadakan di Weifang, Provinsi Shandong, China.

Lianawati bersama Sultan Brunei Bolkiah, ketika lomba di Brunei tahun 2018. (Foto: Courtesy/Lianawati)

 

Lianawati bersama Sultan Brunei Bolkiah, ketika lomba di Brunei tahun 2018. (Foto: Courtesy/Lianawati)

“Semua yang diundang itu memperagakan di negara masing-masing. Saya memeragakannya di lapangan Tegal Lega, Bandung. Saya menampilkan layangan dua dimensi yang bergambar barong. Peragaan mulai layangan apa yang ditampilkan, cara memasang sampai menerbangkannya. Nah video itu kami buat kemudian kami kirim ke Weifang itu”, ujar Lianawati.

Lianawati lebih suka mengambil tema wayang, seperti Hanoman (Kera Putih), dan Subali untuk ditampilkan dalam festival layang-layang di manca negara, terutama di Mangalore, India pada tahun 2020, karena tokoh wayang dari cerita Baratayudha itu sangat akrab bagi mereka.

Layang-layang Subali dari cerita Mahabarata. (Foto: Courtesy/Lianawati)

 

Layang-layang Subali dari cerita Mahabarata. (Foto: Courtesy/Lianawati)

Salah satu karya besar lainnya, layang-layang berbentuk Ulat Bulu sepanjang delapan meter yang mendapat penghargaan di Vietnam tahun 2009. Ketika ditanya bagaimana menerbangkan layang-layang sepanjang itu, Liana menjelaskan:

“Pada suatu hari di Indonesia ada wabah diserang ulat bulu. Maka saya terpikir untuk membuat ulat bulu, Nah kalau layang-layang ulat bulu itu dari balon, pastinya ada hitungannya sendiri. Yang menjadikan bisa terbang kalau bentuknya panjang, yang menentukan tali-tali yang tergantung dari besar/kecilnya layang-layang. Kalau ulat bulu, saya menggunakan 8 sampai 10 tali yang dipasangkan di tubuhnya.”

Lianawati bersama timnya yang terdiri dari lima orang, menggambar, memberi warna dan memasukkannya ke komputer beserta ukuran yang diinginkan. Kemudian memotong-motong kain dan menjahitnya, lalu diberi tali. Setelah semuanya jadi, maka uji coba terbang dilakukan di Lanud Sulaiman Bandung atau di pantai Pangandaran, Jawa Barat.

Karya layang-layangnya dikagumi banyak orang di berbagai negara karena keunikan bentuk dan warnanya. Maka Lianawatipun mengambil kesempatan ini dengan membawa bentuk kecil dari layang-layangnya untuk cindera mata dan dibagikan secara gratis. Akhirnya beberapa pengunjung tertarik untuk memesannya dan Lianawati mengirimnya untuk ekspor ke ASEAN dan Italia.

Kepala Organisasi dan Pemberdayaan Daerah, APINDO Nasional, Dedy Widjaja Dharma mengatakan,“Lianawati itu pertandingan beberapa kali mendapat juara. Jadi lebih terkenal, layang-layangnya sangat bagus dan indah. Artinya, itu sangat terbuka untuk ekspor kita, karena itu salah satu hiburan khas Indonesia yang bisa dibagikan ke negara lain. Pembuatannya punya ketrampilan sendiri dan ciri khas itu yang bisa dijual ke negara lain”.

Pandemi tidak menghentikan hobi dan profesi Lianawati yang pernah menerima penghargaan dari Walikota Bourg, Perancis tahun 2019 itu. Kini ia memilih tinggal di Bali, yang sering menjadi tempat penyelenggaraan festival layang-layang tradisional yang tentunya mengangkat seni dan budaya Indonesia. [ps/em]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status