Coklit Berpotensi Jadi Masalah di Pilkada, Bawaslu Samarinda: Orang Meninggal Hidup Lagi
Pencocokan dan Penelitian (Coklit) dianggap menjadi salah satu masalah di setiap Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
ANGGOTA Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Samarinda, Padlansyah, mengatakan warga yang sudah meninggal kadang masih ditemukan tercatat sebagai pemilih. “Kendala di lapangan pasti saat coklit. Orang meninggal hidup lagi. Masalahnya terus berulang. Makanya kami mendorong peran aktif masyarakat untuk terlibat,” katanya, saat menjadi narasumber Sosialisasi Pendidikan Politik yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Samarinda, di Apokayan Ball Room, Lantai 3, Hotel Horizon –Jalan Imam Bonjol– belum lama ini.
Secara umum, ujar Padlansyah, tanpa ada support system yang baik, pelaksanaan Pilkada tidak akan berjalan lancar. Namun jika berkaca pada Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg), terlihat bagaimana semua pihak berperan penting saat pelaksanaan. “Di Pilpres dan Pileg kemarin, kedewasaan dalam demokrasi sudah kelihatan,” ujarnya. “Tingkat keamanan dan kelancaran juga terjaga. Pemilu kita mulai dewasa. Memang ada perdebatan kecil, tapi itu bagian dari kedewasaan masyarakat,” sambung Padlansyah.
Bagi Padlansyah, secara harfiah, Pilkada merupakan proses perebutan kekuasaan yang sah dan diatur Undang-Undang (UU). Mereka yang merebut kekuasaan itu sendiri terbagi menjadi dua jalur; perseorangan atau independen dan partai politik (parpol). Jalur perseorangan, jelas Padlansyah, diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016. “Tahapan sekarang kan masih verifikasi administrasi (di Komisi Pemilihan Umum/KPU Kota Samarinda, Red.),” ucapnya.
Untuk parpol yang bisa mengusung calon kepala daerah, adalah mereka yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda. “Minimal syarat dukungan 9 kursi. Jadi kalua ada parpol yang hanya memiliki 5 kursi, harus berkoalisi,” ungkapnya. “Dua jalur untuk merebutkan kekuasaan inilah yang diizinkan undang-undang,” timpal Padlansyah.
Menurutnya, jika proses perebutan kekuasaan itu tidak berjalan baik, maka tentu akan menghasilkan efek sosial negatif. Makanya, dia mendorong peran aktif masyarakat dalam menyokong proses yang terjadi di setiap tahapan Pilkada. Diantaranya seperti menjadi Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih).
“Hak pilih masyarakat di Kota Samarinda sudah didaftarkan. Bisa pilih atau tidak, itu tergantung DPT (Daftar Pemilih Tetap, Red.). Makanya ada proses dari Coklit dan Pantarlih,” bebernya. “Kami berharap tokoh masyarakat dan pemuda bisa mensosialisasikan hal ini kepada masyarakat luas agar bisa berperan aktif,” tukas Padlansyah. (fai)