Iklim Pers Sedang Tidak Baik-Baik Saja, Simak Penjelasan Ketua PWI Kaltim
KLIKSAMARINDA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Timur (Kaltim) menyatakan sikap pembelaan terhadap kinerja profesi wartawan.
Pasalnya, akhir-akhir ini, PWI Kaltim menilai adanya sejumlah kasus yang mengarah pada pembungkaman dan intimidasi terhadap para pelaku jurnalistik, khususnya di Kaltim.
Bentuk-bentuk pembungkaman pers yang terjadi antara lain upaya intimidasi, pembungkaman secara terstruktur, hingga bentuk kriminalisasi yang dialami para pekerja pers secara personal, maupun perusahaan media secara kelembagaan.
“Upaya-upaya itu mencederai semangat kemerdekaan pers,” ujar Endro S. Effendi didampingi Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Abdurrahman Amin, melalui keterangan tertulis, Selasa 7 Juni 2022.
Padahal, menurut Ketua PWI Kaltim, Endro S. Effendi. pers merupakan pilar keempat demokrasi di Tanah Air. Namun, ketika iklim pers tidak sehat, akan turut berpengaruh terhadap kehidupan demokrasi.
Endro S. Effendi menegaskan, pers harus ikut menopang keberadaan demokrasi tersebut, seperti satu dari empat kaki kursi.
“Tapi kalau kaki keempat kursi ini dipotong, ya bisa dibayangkan akan mudah jatuh. Karena itu, posisi pers adalah mitra sejajar. Sehingga harus dimaknai sebagai kemitraan yang sama-sama bertanggung jawab, bukan memegang kendali satu sama lain,” ujar
Dalam hal ini, PWI Kaltim terus melakukan refleksi dan evaluasi sekaligus mengingatkan kembali komunitas pers di Kaltim tentang peran pers dalam bernegara.
Karena itu, Endro S. Effendi meminta kepada semua pihak untuk menghentikan segala bentuk “serangan” kepada wartawan sebagai pekerja pers maupun media sebagai lembaga pers.
“Kemerdekaan Pers telah dijamin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999. Meski begitu, dia mengingatkan bahwa kemerdekaan itu bukanlah bersifat mutlak. Namun harus disertai dengan tanggung jawab sosial,” ujar Endro S. Effendi.
Artinya, setiap kegiatan pers harus menghormati hak asasi setiap orang dan harus bertanggung jawab kepada publik. Pelaksanaan tanggung jawab tertera secara tegas dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) untuk wartawan.
Tiga pasal pertama dari 11 pasal dalam KEJ mengandung penekanan terhadap profesionalisme dan menerapkan asas praduga tak bersalah dalam setiap pemberitaannya. Artinya, wartawan tidak boleh mencampurkan fakta dan opini untuk menggiring justifikasi publik terhadap berita tertentu.
Dalam Pasal 1 bahkan disebutkan wartawan tidak boleh beritikad buruk dalam menjalankan misi jurnalistiknya.
“Poin ini seharusnya menjadi dorongan utama bagi wartawan sebelum bekerja dan sebelum menerbitkan setiap berita yang akan ditayangkan. Jadi sandaran kita dalam bekerja adalah hati nurani. Jangan menyerang karena tandensi apalagi sifatnya personal,” ujar Endro S. Effendi.
Di bagian lain, Abdurrahman Amin mengingatkan posisi pers atau media yang selama ini bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam hal kontrak pemberitaan. Menurut Abdurrahman Amin, hal tersebut bukan alasan bagi media untuk tidak mengkritisi jalannya pemerintahan.
“Media memang berkewajiban menyampaikan setiap program-progam pembangunan yang dilakukan pemerintah melalui kontrak kerja sama itu. Tapi media juga harus siap menyampaikan hal lainnya kepada publik secara objektif,” ujar Abdurrahman Amin. (Jie)