Anggota PPK dan PPS di Samarinda Tuntut Pembayaran Honor
KLIKSAMARINDA – Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), mengancam untuk melakukan mogok kerja.
Ancaman mogok kerja ini muncul menyusul ketidakjelasan pembayaran honorarium dan dana operasional yang seharusnya mereka terima dari Kesekretariatan Kota Samarinda.
Sejak dilantik pada 16 Mei 2024 lalu, PPK dan PPS yang bertugas mengorganisir dan memastikan kelancaran pemilihan belum menerima pendanaan yang mereka butuhkan untuk menjalankan tugas.
Ketua PPK Sungai Kunjang, Rouf, menyatakan kekecewaannya terhadap sekretariatan KPU Kota Samarinda.
“Kami sudah menjalankan semua tahapan dengan sungguh-sungguh, mulai dari seleksi hingga verifikasi faktual, namun hak-hak kami seperti honorarium dan uang perjalanan dinas belum juga terbayar,” ujarnya saat dihubungi via telepon pada Kamis 4 Juli 2024.
Menurut Rouf, PPK dan PPS di Samarinda hanya menerima honorarium sebesar Rp100.000 untuk setiap perjalanan dinas.
Sementara PPK di tempat lain, seperti dari Bawaslu, menerima hingga Rp150-170 ribu. Rouf menilai hal itu tidak memenuhi rasa keadilan.
“Ini tidak adil, kami juga berharap mendapatkan perlakuan yang sama untuk perjalanan dinas yang kami lakukan demi kelancaran pemilihan,” tambah Rouf.
Para petugas PPK dan PPS di Samarinda menuntut adanya respon dari Kesekretariatan Kota Samarinda. Jika tak mendapat respon yang memuaskan, mereka serius akan menjalankan mogok kerja.
Sehingga proses pemilihan kecamatan di Samarinda dapat berjalan lancar tanpa hambatan.
“Kami berharap ada komitmen serius dari pihak berwenang untuk menyelesaikan masalah ini sebelum memasuki tahap yang lebih rumit dari proses pemilihan,” tuturnya.
Sementara itu Ketua PPK Kecamatan Samarinda ilir, Khasno mengatakan bahwa para anggota PPK dan PPS merasa respon dari Kesekretariatan Kota Samarinda terkait tuntutan mereka terkesan lambat.
Bahkan, pihaknya telah melayangkan surat protes agar pihak kesekretariatan segera menindaklanjuti tuntutan mereka.
“Kami sudah mengirimkan protes secara tertulis namun belum ada tanggapan yang memuaskan dari pihak berwenang ini bukan hanya soal anggaran, tetapi juga soal penghormatan terhadap kinerja kami sebagai penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan,” ungkap Khasno.
Di sisi lain, para anggota PPK dan PPS mengungkapkan bahwa mereka telah melakukan tugas-tugas mereka dengan menggunakan dana pribadi untuk biaya operasional.
“Kami tidak bisa terus-menerus menggunakan biaya pribadi untuk menggantikan dana operasional yang seharusnya disediakan oleh pemerintah kota,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa saat ini, anggaran KPU Samarinda untuk pemilu mencapai Rp54 miliar. Namun para anggota PPK dan PPS merasa frustrasi dengan lambatnya proses pencairan dana yang seharusnya sudah disetujui.
“Kami tidak meminta yang lebih, hanya kejelasan terkait pembayaran honorarium dan operasional yang sudah seharusnya diselesaikan,” tegasnya.
Menyikapi adanya tuntutan pembayaran hnor para anggota PPK dan PPS se-Kota Samarinda, Sekretaris KPU Kota Samarinda, Uni Eka Wirawati, menjelaskan alasan terkait keluhan PPK soal dugaan keterlambatan gaji selama satu bulan lebih.
“Untuk honor adhoc, anggaran ada di KPU Provinsi Kaltim yang mana itu cost sharing. Jadi, bukan kami. Ketika dinilai terlambat, menurut saya belum, ya. Karena ada prosesnya seperti pembukaan rekening operasional, dan lain sebagainya,” ujar Uni Eka Wirawati, Kamis 4 Juli 2024.
Uni juga menjelaskan bahwa dana operasional itu memang di ada di pihak Sekretariat KPU. Namun anggaran itu harus disempurnakan dan dimaksimalkan terlebih dahulu.
“Kami tahu kerja-kerja mereka, ya. Kami ingin memberikan yang terbaik untuk PPK,” pungkas Uni. (Pia)