Politik

Pengamat Sebut Bawaslu Tidak Hati-Hati Terapkan Aturan

KLIKSAMARINDA – Pengamat politik dan hukum di Kalimantan Timur (Kaltim), Muhammad Suria Irfani, menanggapi adanya surat rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Nomor 0705/K.Bawaslu/PM.06.00/XI/2020 tertanggal 11 November 2020 kepada KPU RI tentang pemberitahuan tentang status laporan yang mencantumkan Hendra Gunawan sebagai pelapor dan Bawaslu RI merekomendasikan membatalkan pencalonan Calon Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah dan Calon Wakil Bupati Rendi Solihin.

Menurut Muhammad Suria Irfani, perlu diperhatikan surat yang beredar di media sosial terkait pasal yang dikenakan Bawaslu kepada Paslon, pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.

“Bawaslu tidak cukup hati-hati, karena pasal tersebut tidak berlaku karena sudah berubah di Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016,” ujar Muhammad Suria Irfani, Rabu 18 November 2020.

Muhammad Suria Irfani menambahkan Redaksi surat berubah semua. Jika misalnya menggunakan pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015, menurut Muhammad Suria Irfani, tidak tepat.

“Karena pasal tersebut menyebutkan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati walikota atau wakil walikota, dilarang menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntukan atau merugikan salah satu pasangan calon,” ujar Muhammad Suria Irfani.

Muhammad Suria Irfani melanjutkan, makna salah satu pasangan calon, berarti Paslon lebih dari satu. Padahal di Kukar itu hanya ada paslon tunggal.

“Pertanyaan siapa yang dirugikan siapa yang diuntungkan. Gak kena dong kalo Paslon tunggal,” ujar dosen Unikarta ini.

Muhammad Suria Irfani menambahkan, jika digunakan pasal pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015, sudah tidak berlaku karena disebutkan, ketententuan pasal 71 diubah menjadi Nomor 10 tahun 2016.

“Bawaslu terkesan tidak hati2 dan tergesa-gesa mengenakan pasal yang tidak berlaku,” ujar Muhammad Suria Irfani.

Terkait fenomena kolom kosong, Muhammad Suria Irfani menjelaskan, kolom kosong bukan peserta Pilkada.

“Kolom kosong bukan subjek pilkada. Filosofi lahirnya putusan MK , pada prinsipnya kolom kosong itu ruang bagi siapapun yang tidak sepakat dengan calon tunggal, kalo tidak suka, tunjukkan di kotak suara,” ujar Muhammad Suria Irfani. (Jie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
error: Maaf Konten Diproteksi oleh Sistem !! Sila hubungi redaksi melalui email kliksamarinda.@gmail.com
DMCA.com Protection Status