Soal Risiko Tsunami di Sekitar Kaltim, Ilmuwan Belum Tahu Kapan Longsor Bawah Laut Terjadi
KLIKSAMARINDA – Potensi risiko tsunami di sekitar Kalimantan Timur –calon ibukota negara baru– masih didalami secara serius oleh para ilmuwan Inggris dan Indonesia. Dari penjelasan sementara, tanah longsor —Mass-Transport Deposits (MTD)– berada di sisi barat kanal dalam –3000m– yang melintasi Selat Makassar. Dan sebagian besar berada di sebelah selatan delta Sungai Mahakam di Pulau Kalimantan –mengeluarkan sekitar 8 juta meter kubik sedimen setiap tahun.
Tim peneliti menduga material ini terbawa oleh arus di selat dan kemudian tertimbun di perbatasan dasar laut yang lebih dangkal dengan dasar laut yang lebih dalam. Sedimen yang menumpuk dari waktu ke waktu akhirnya roboh, barangkali dipicu oleh guncangan gempa bumi setempat, hal yang lazim di Indonesia. Hal yang belum diketahui tim peneliti saat ini ialah kapan tepatnya longsor bawah laut ini terjadi. Estimasi terbaik para peneliti adalah dalam periode geologi saat ini terjadi dalam 2,6 juta tahun terakhir.
Sampel batuan yang diekstraksi dari MTD bisa lebih memastikan usia mereka dan frekuensi kerobohan lereng, dan para ilmuwan sedang mencari pendanaan untuk melakukan ini.
Tim juga berencana mengunjungi daerah pesisir Kalimantan untuk mencari bukti fisik dari tsunami purba ini dan membuat pemodelan jenis gelombang yang bisa mengenai garis pantai.
Dikutip Klik Samarinda dari BBC, Ben Sapiie, dari Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan, “Penelitian ini memperkaya pengetahuan komunitas geologi dan geofisika Indonesia akan bahaya sedimentasi dan tanah longsor di Selat Makassar. Masa depan penelitian ilmu bumi adalah menggunakan pendekatan terintegrasi dan multi-disiplin dengan kolaborasi internasional.”
Profesor Dan Parsons adalah direktur Institut Energi dan Lingkungan di Universitas Hull, Inggris. Kelompoknya juga mempelajari tanah longsor bawah laut di seluruh dunia.
Ia mennyatakan, “Yang menarik di sini ialah bagaimana sedimen ini sedang tertimbun kembali dan menumpuk dari waktu ke waktu di Selat Makassar oleh arus laut. Sedimen ini menumpuk dan kemudian roboh ketika menjadi tidak stabil. Kuncinya kemudian ialah mengidentifikasi titik kritis, atau pemicu, yang menyebabkan longsor. Kami melakukan penelitian serupa pada fjord, mengeksplorasi beberapa pemicu dan magnitudo dan frekuensi longsor yang bisa terjadi. Peristiwa longsor terbesar dan tsunami terbesar kemungkinan bakal terjadi ketika laju pengiriman sedimen sangat tinggi tapi pemicunya jarang terjadi, sehingga ketika terjadi longsor volumenya sangat besar.”
Untuk diketahui, Indonesia mengalami dua peristiwa tsunami yang disebabkan tanah longsor pada 2018 –ketika sisi gunung berapi Anak Krakatau runtuh dan ketika gempa memicu tanah longsor di Teluk Palu, Sulawesi. Jadi, ada kesadaran bahwa tsunami bisa diakibatkan oleh sumber selain gempa megathrust di dasar laut seperti yang terjadi di Sumatera pada 2004. Presiden Joko Widodo tahun lalu mengumumkan bahwa Indonesia akan memindahkan ibu kotanya dari Jakarta ke Kalimantan.
Pusat administrasi baru akan dibangun di dua kabupaten –Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara- di Kaltim, dekat dengan Kota Balikpapan dan Kota Samarinda. Studi dasar laut ini sendiri diterbitkan oleh Geological Society of London. (*)