Karena Sang Editor
KLIKSAMARINDA – Film “Genius” dirilis tujuh tahun lalu, Juni 2016. Namun, gaungnya tetap mampu menggetarkan hingga saat ini.
Kisah penulis novel yang mati muda, Thomas Wolfe, dan editor kawakan, Max Perkins, menjadi pusat penceritaan film ini. Hubungan keduanya tersaji apik dalam naik turun emosi ketika mereka bertemu dan bersama-sama berusaha mewujudkan penerbitan sebuah buku novel.
Thomas Wolfe memang menjadi raksasa sastra pada zamannya. Tengok saja pesaingnya, yang juga digarap Max, menjadi tokoh-tokoh penulis terkemuka dunia: Ernest Hemingway dan F. Scott Fizgerald.
Tetapi, Wolfe tak sendiri. Di balik karya-karyanya, ada tangan dingin seorang editor bernama Max Perkins (diperankan Colin Firth). Max Perkins menjadi sosok yang ampuh menggiring Thomas Wolfe (diperankan Jue Law) menghasilkan buku klasik berjudul “Look Homeward, Angel”, atau “Of Time and The River”.
Perkins membimbing Wolfe dengan sabar dan telaten untuk menyelesaikan novel barunya. Dari manuskrip yang tebalnya astaga, mencapai 5000 halaman, Perkins memangkas bagian-bagian yang dianggapnya tak perlu hingga menjadi karya monumental.
Namun, proses editorial yang berlangsung sungguh tak mudah. Keduanya terlibat perdebatan khas penulis dan editor yang cukup tangguh.
Wolfe, dalam film itu dengan amarah yang hebat, berkata: “Untung Leo Tolstoy tak pernah bertemu denganmu. Jika iya, novelnya bukan berjudul “War and Peace”, tapi “War and Nothing” karena kebanyakan dipangkas,” ujar Wolfe.
Di kedalaman batin Perkins, Wolfe bukan tak mengundang masalah atas profesi yang disandangnya. Seorang editor, dalam benak Perkins, tak ubahnya pencipta karya baru. Dilematis.
“Editor harus tetap anonim, dan juga selalu ada ketakutan jika aku dianggap merusak bentuk buku milikmu. Orang akan berkata itu tak seperti yang seharusnya saat kau pertama kali membawanya. “War and Peace” not just “War”. Seperti itulah editor seharusnya. Apakah kami benar-benar membuat buku menjadi lebih baik? Atau hanya membuat itu berbeda?” ujar Perkins pada menit ke-60 film itu.
Dampak dari perdebatan itu bukan hanya ketenaran dan keberhasilan sebuah karya monumental. Pun, proses itu mengganggu kehidupan pribadi masing-masing. Wolfe, misalnya mengabaikan kekasihnya, Aline (diperankan Nicole Kidman) sehingga mencapai titik frustasi.
Pun, Perkins. Dia memilih mengedit naskah Wolfe ketimbang liburan bersama keluarga dan istrinya (diperankan Laura Linney).
Di atas itu, dalam film yang disutradari Michael Grandage, Wolfe dan Perkins mengembangkan persahabatan seperti roti bakar dan kopi pekat di pagi hari. Terasa renyah dan hangat sekaligus kompleks dan transformatif saat menikmatinya.
Pembuatan film ini menguak kisah tersendiri. Film ini berangkat dari skripsi A. Scott Berg di Universitas Princeton pada 1971. Skripsi ini menjadi buku yang memenangkan National Book Awards.
“Sebelum Perkins, pekerjaan editor buku sebatas mekanis: menyetujui buku yang akan diterbitkan dan menyiapkannya untuk masuk percetakan. Orang hebat ini (Max Perkins) yang mengubah kebiasaan di jagat kesusasteraan Amerika, editor bekerja bareng dengan penulis menyiapkan buku sebelum terbit,” kata Berg dikutip laman Vanity Fair.
Nah, penulis skenario John Logan (“Gladiator”, “Skyfall”) seperti menemukan mutiara pada kerang di kedalaman laut. Logan berspekulasi menghabiskan honor skenarionya dengan membeli hak memfilmkan buku Berg.
“Hal ini bukan tentang menginginkan ketenaran, juga bukan demi ingin dapat uang–melainkan tentang mengambil risiko untuk sesuatu yang tak dikenal– tapi saya merasa harus mewujudkan-(film)-nya,” kata Logan.
Simaklah kengototan Logan dalam mewujudkan film “Genius”. Dalam durasi 104 menit, Anda akan melihat betapa geniusnya mereka.
Setidaknya, meski film ini bukan seperti film hura-hura dan mengumbar hiburan banal, bolehlah kiranya menjadi teman bagi Anda yang mengisi liburan pekan ke depan. (dw)