Masjid Istiqlal dan Abu Dhabi Forum for Peace Sepakat Perkuat Koeksistensi Global

KLIKSAMARINDA – Masjid Istiqlal melalui Bidang Pendidikan dan Pelatihan Badan Pengelola Masjid Istiqlal (Diklat BPMI) bekerja sama dengan Abu Dhabi Forum for Peace menyelenggarakan seminar internasional bertema “Pemantapan Nilai dan Penguatan Koeksistensi dalam Dunia yang Majemuk” di Jakarta, Minggu 28 September 2025.
Seminar dihadiri oleh Imam Besar masjid Istiqlal sekaligus Menteri Agama RI, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A., serta sejumlah tokoh nasional dan internasional.
Hadir pula mantan Menteri Agama RI, yakni Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, M.A. (1998), Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, M.A. (2001–2004), dan Dr. Lukman Hakim Saifudin (2014–2019).
Selain itu, turut serta Prof. Dr. Amani Lubis, M.A., H.E. Abdulla Salem AlDhaheri (Dubes Uni Emirat Arab untuk Indonesia), Dr. Shalahuddin El-Mistaoui, mantan Sekjen Majlis Tinggi Islam, serta Dr. Muhammad Mahjub bin Bayyah, peneliti senior Forum Abu Dhabi for Peace.
Menag Nasaruddin Umar menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya seminar internasional ini. Ia menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab moral untuk ikut meringankan tugas para pemimpin agama dalam membina umat.
“Negara turut berkontribusi membantu peran yang menjadi tugas pokok para pemimpin agama. Langkah ini bahkan mulai dilirik oleh negara-negara lain, tidak hanya di dunia Muslim, tetapi juga di Eropa dan Amerika,” ujarnya dalam sambutan.
Menag juga menekankan bahwa keistimewaan umat Islam Indonesia bukan hanya terletak pada kekayaan alamnya, melainkan juga pada kontribusi sosial-keagamaan masyarakatnya.
“Ajaran Islam seperti zakat, sedekah, fidyah, qurban, dan aqiqah di Indonesia mencapai nilai ratusan triliun setiap tahun. Ini menunjukkan peran besar umat Islam Indonesia dalam memperkuat solidaritas dan keadilan sosial, serta ekonomi keumatan,” ungkapnya.
Menag juga menyebut bahwa stabilitas Indonesia di bidang politik dan ekonomi menjadi salah satu modal penting dalam mendukung agenda koeksistensi global.
“Indonesia dipandang oleh dunia sebagai salah satu negara paling stabil di dunia. Modal ini harus kita gunakan untuk memperkuat Islam rahmatan lil-‘alamin di kancah internasional,” tandasnya.
Sementara itu, perwakilan Abu Dhabi Forum for Peace, Dr. Muhammad Mahjub bin Bayyah, memaparkan visi lembaga yang berdiri sejak 2014 tersebut. “Abu Dhabi Forum for Peace hadir untuk meneguhkan nilai perdamaian, toleransi, dan koeksistensi. Kami ingin menjadikan kerja sama ini sebagai wadah menyebarkan Islam rahmatan lil-‘alamin,” katanya.
Adapun pada sesi pemaparan, Dr. Shalahuddin El-Mistaoui menyampaikan pentingnya menjadikan perdamaian sebagai prasyarat koeksistensi, dengan menukil QS. Al-Hujurat:13.
Selanjutnya, Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar menekankan perlunya pendidikan toleransi sejak dini, sebagai media efektif menanamkan nilai perdamaian untuk menangkal ekstremisme.
Kemudian, Dr. Lukman Hakim Saifudin menambahkan bahwa perbedaan pemahaman dalam Islam adalah sebuah keniscayaan yang harus dikelola dengan mengedepankan nilai universal yang dapat diterima oleh semua kalangan.
Sementara itu, Prof. Dr. Quraish Shihab menutup sesi seminar dengan ungkapan bahwa toleransi tidak cukup hanya dengan kata-kata, tetapi juga harus ditopang dengan kekuatan umat di bidang ekonomi, politik, dan militer, sembari merujuk pada QS. Al-Anfal:60.
Puncak acara ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Masjid Istiqlal dan Abu Dhabi Forum for Peace. Kesepakatan ini diharapkan dapat memperkuat kontribusi kedua pihak dalam memajukan perdamaian dunia dan peradaban manusia.
Di akhir sesi, seluruh narasumber berfoto bersama dengan para mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI). Kehadiran mahasiswa PKUMI pada kegiatan tersebut menegaskan komitmen Masjid Istiqlal untuk menyiapkan kader ulama yang mampu menjawab tantangan global dengan visi Islam yang damai dan inklusif.
“Kolaborasi ini akan menjadi tonggak penting dalam memperkuat peran Masjid Istiqlal di kancah internasional, sekaligus mengokohkan posisi Indonesia sebagai pusat moderasi Islam dunia,” tutur Kepala Bidang Diklat BPMI, Dr. Mulawarman Hannase, MA. Hum pada sesi wawancara setelah seminar berakhir. (*)