Menjaga Perahu Pendidikan Desa Sepatin dari Arus Keterbatasan
Dari ketinggian, bentuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 6 Desa Sepatin itu serupa huruf L. Ada 5 bagian inti bangunan di sana. Mulai dari ruang kelas, ruang guru, dan toilet. Di atas atap berwarna fire brick red itu, menempel pula 34 solar aray. Di tempat inilah, mimpi PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) membangun perahu pendidikan di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), disemai lewat program “Sekolah Negeri Terapung” di tengah arus keterbatasan.

AIR mata Tandarna seketika pecah. Kepala SMP Negeri 6 Desa Sepatin itu sesaat mengenang satu fase sulit, ketika para siswa di sana enggan ke sekolah. Butuh tak sekadar upaya baginya dan guru-guru lain untuk meyakinkan agar mereka terus menimba ilmu di bangku pendidikan formal.
“Para nelayan berharap ketika anak mereka sudah bisa baca tulis atau lulus SD (Sekolah Dasar, Red.), langsung disuruh melaut untuk membantu. Makanya jarang ada anak anak Desa sepatin saat itu yang memiliki pendidikan tinggi,” kenangnya, dengan mata berkaca-kaca.
Titik mula cerita pendidikan di sana tentu tidak dimulai dengan proses belajar mengajar. Baik Tandarna maupun para guru, justru memulainya dengan mendorong kesadaran orangtua dan anak-anak terhadap pendidikan.
Maklum, arus deras bernama keterbatasan datang mengadang; masalah ekonomi menghantam mayoritas masyarakat Desa Sepatin yang berprofesi sebagai nelayan. Itu sebabnya, mereka memilih lebih memprioritaskan kebutuhan sehari-hari ketimbang menyekolahkan anak-anak mereka.

Arus deras lain kemudian hadir. Anak-anak nelayan di sana belum bisa memperoleh kesempatan belajar yang sama. Ditambah, akses menuju SMP Negeri 6 Desa Sepatin yang berada di Jalan Delta Mahakam, Rukun Tetangga (RT) 13 itu, cukup jauh. Anak-anak nelayan itu, kadang harus menemuh jalur sungai menggunakan perahu bermesin kecil atau mendayung. Ada pula yang harus mengayuh sepeda dengan jarak 7 kilometeter untuk tiba di sana.
Belum lagi, kondisi fasilitas dasar seperti listrik yang terbatas. Di sana, listrik hanya tersedia selama 12 jam per hari. Dari pukul 18.00 Wita hingga pukul 06.00 Wita. Makanya, tidak ada listrik saat proses belajar mengajar berlangsung.
Selama 14 tahun terakhir, sekolah ini memang menjadi tempat belajar bagi anak-anak nelayan di 4 desa yang berdekatan dengan Desa Sepatin. Namun, sekolah tersebut juga harus menghadapi masalah kekurangan guru. Saat ini, SMP Negeri 6 Desa Sepatin hanya memiliki 7 guru –termasuk kepala sekolah. Mereka menangani 54 siswa.
Keterbatasan ini memaksa Tandarna harus serba bisa. Sebab ia juga yang menangani urusan administrasi sekolah karena tidak ada sumber daya manusia (SDM) yang tersedia. “Kami ini para guru seperti kunci Inggris. Baut apa saja bisa dibuka. Saya sendiri mengajar 4 mata pelajaran karena jumlah guru yang terbatas,” akunya.
Di tengah arus keterbatasan itu, baik para guru maupun siswa SMPN 6 Desa Sepatin, nyatanya tetap bisa menggugat prestasi berprestasi.
PERAHU ITU BERNAMA “SEKOLAH NEGERI TERAPUNG”
Sejak 2021, PT PHM hadir dengan pelbagai program Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang pendidikan. Salah satunya adalah program “Sekolah Negeri Terapung” yang bertujuan meningkatkan mutu pendidikan di wilayah 3T. Desa Sepatin hingga wilayah pesisir Kecamatan Anggana di Kabupaten Kukar, menjadi lokasi operasi mereka.
Konsep sekolah terapung adalah sebuah inovasi pendidikan yang dirancang untuk menjangkau anak-anak di daerah pedalaman sungai atau wilayah yang sulit dijangkau oleh fasilitas pendidikan konvensional.
Sekolah terapung ini berupa perahu atau kapal yang dilengkapi dengan fasilitas belajar, sehingga anak-anak dapat belajar dengan nyaman dan aman meskipun berada di tengah sungai. Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak yang terisolasi dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan di masyarakat.
“PHM melalui sekolah terapung memberikan kesempatan anak-anak untuk belajar lebih baik lagi dengan dukungan fasilitas dan guru pengajar yang lebih banyak lagi,” tambah Tandana.
Jika sebelumnya listrik hanya 12 jam menyala di malam hari, melalui bantuan PT PHM, Solar Home System (SHS) yang dibangun menjadi pusat listrik di sana. Dengan sarana ini, siswa Sekolah Negeri Terapung di Desa Sepatin dapat memiliki kesempatan belajar secara optimal. Kini, mereka bisa belajar dengan penerangan yang lebih baik. Para guru pun bisa menggunakan alat peraga berbasis multimedia, dan sekolah menjadi lebih hidup dengan kegiatan kreatif.
Hal ini membuat para siswa SMP Negeri 6 Desa Sepatin mengalami peningkatan sangat pesat di pelbagai lomba. Di Tushar Non-Less dan Nature for All yang digelar Wildlife Foundation, misalnya, mereka berhasil meraih penghargaan internasional di bidang seni menggambar dan melukis. Sementara itu, di bidang akademik, SMP Negeri 6 Desa Sepatin juga sukses meloloskan siswa ke Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang matematika, mewakili Kabupaten Kukar ke tingkat provinsi.
Keberhasilan ini tentu tidak lepas dari peran para guru di SMP Negeri 6 Desa Sepatin dan juga Guru Penggerak yang terus memotivasi para siswa untuk terus maju dan berkembang.
Salah satu guru berprestasi di SMP Negeri 6 Desa Sepatin itu adalah Nurul Fitriana. Saat ini Nurul –sapaannya– sedang mengikuti program studi singkat di Amerika Serikat selama lima bulan. Prestasi ini menjadi kebanggaan besar bagi SMP Negeri 6 Desa Sepatin.
Tak berhenti di situ, guru lainnya, Tata Irawati, juga mencatat pencapaian internasional dengan menjadi finalis dialog se-Asia Tenggara bidang bahasa dan sastra. “Kami ingin membuktikan bahwa guru di daerah pesisir juga bisa tampil di level global,” jelas Tandarna.
Dengan berbagai capaian tersebut, SMP Negeri 6 Desa Sepatin kini menjadi simbol kebangkitan pendidikan pesisir di Kabupaten Kukar. Sekolah pelat ini membuktikan bahwa keterbatasan akses dan fasilitas bukan penghalang untuk berprestasi di kancah dunia. “Melalui semangat guru dan dukungan masyarakat, kami ingin menjadikan SMP Negeri 6 Desa Sepatin sebagai sekolah inspiratif dan berdaya saing. Bukan hanya di Kabupaten Kukar, tapi juga di Indonesia,” terang Tandarna.
FOKUS PT PHM
Head of Communication, Relations & CSR PT PHM, Achmad Krisna Hadiyanto, mengatakan pendidikan adalah salah satu fokus utama tanggung jawab sosial perusahaan. “Kami ingin memberikan kontribusi nyata untuk mendukung pemerataan pendidikan. Tidak hanya lewat infrastruktur, tapi juga peningkatan kapasitas guru dan pengembangan karakter siswa,” ujarnya.
Melalui kerjasama dengan berbagai pihak, PT PHM mengadakan pelatihan guru, pengembangan kurikulum berbasis lingkungan pesisir, hingga penyediaan energi listrik dengan Solar Home System (SHS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk sekolah-sekolah di wilayah Delta Mahakam.
Kini, anak-anak di Desa Sepatin bisa belajar dengan penerangan yang lebih baik, guru bisa menggunakan alat peraga berbasis multimedia, dan sekolah menjadi lebih hidup dengan kegiatan kreatif.
“PT PHM akan terus mendukung kegiatan ini dengan menyediakan fasilitas yang memadai, sebagai bagian dari program pelibatan dan pengembangan masyarakat di sekitar wilayah operasi perusahaan,” ucap Krisna.
Program “Sekolah Negeri Terapung”, lanjutnya, merupakan bentuk kontribusi PT PHM dalam mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) Tujuan 4, yakni Pendidikan Berkualitas. Khususnya dalam pemerataan akses peningkatan kapasitas guru.
“Kami percaya bahwa pendidikan yang kuat dimulai dari guru yang terus belajar. Melalui inisiatif ini, kami berharap dapat menjadi mitra strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan di wilayah operasi kami,” ungkap Krisna. (suriyatman)





