News

Warga Empat Kampung di Gunung Layung Kutai Barat Tolak Tambang

KLIKSAMARINDAWarga dari empat kampung di Barong Tongkok, Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar aksi penolakan terhadap aktivitas pertambangan batubara di wilayah hutan Gunung Layung. Warga melakukan aksi unjuk rasa mendesak pemerintah dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kubar untuk melakukan penindakan pidana lingkungan hidup dan membatalkan operasi pertambangan batubara perusahaan seluas 5000 hektare.

Aksi warga dari Kampung Ongko Asa, Pepas Asa, Geleo Asa, dan Geleo Baru itu berlangsung di depan kantor DLH Kubar, Jumat 14 Agustus 2020. Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap perusahaan yang akan menambang di beberapa kampung dan hutan Gunung Layung.

“Bebaskan kampung-kampung Rumpun Asa dari wabah pertambangan!” ujar warga saat aksi berlangsung.

Menurut Koordinator Aksi, Korneles Detang, aksi ini sebagai upaya membentengi keselamatan pangan, sumber air dan hutan dari upaya tambang yang menunggangi masa pandemi untuk memuluskan operasinya

“Sudah ada 11 titik di kampung Ongko Asa dan Geleo Asa yang dirambah oleh operasi pembangunan jalan houling tambang. Kami selaku masyarakat ingin menyampaikan aspirasi kepada pemerintah bahwa kami menolak pertambangan di Gunung Layung,” ujar Korneles Detang.

Mereka membawa spanduk bertuliskan harapan dan aspirasi kepada pemerintah agar mengentikan rencana dan langkah penambangan di sekitar Gunung Layung.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kutai Barat, Ali Sadikin menyatakan pihaknya menerima aspirasi warga. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan peninjauan ke lapangan dan membentuk tim terpadu untuk melakukan koordinasi dengan PT Kencana Wilsa untuk membahas persoalan yang disampaikan warga.

“Kami terima saran dan masukan dari warga. Kami akan tinjau ke lapangan,” ujas Ali Sadikin.

Warga Kampung Geleo Asa dan Geleo Baru, Kecamatan Barong Tongkok ini sebelumnya telah menyatakan penolakan terhadap rencana penambangan batubara di wilayah mereka di pelbagai tempat. Bahkan, warga telah membentuk Forum Sempekat Kelompok Tani Rapak Gembira Kampung Geleo Asa sebagai organisasi untuk menolak rencana tersebut. Menurut Koordinator Sempekat, Martidin, pihaknya meminta agar Gubernur Kaltim turun tangan untuk menolak Izin Usaha Pertambangan yang dikeluarkan oleh Bupati Kutai Barat Nomor 545/K.1101/2010 milik PT Kencana Wilsa.

Lokasi pertambangan batubara itu berada di kawasan Gunung Layung. Padahal, Gunung Layung telah menjadi sumber mata pencaharian warga setempat. Di sana ada perkebunan karet, lahan pertanian, serta perikanan yang merupakan sumber perekonomian warga.

Menurut Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, kondisi Kalimantan Timur telah terkepung aktivitas pertambangan. Pertambangan, menurut Pradarma Rupang telah merenggut banyak lahan pertanian. Hal itu menjadi ironi justru pada saat pandemi Covid-19 melanda.

“Saat wabah melanda, masyarakat diserukan untuk mengambil bagian dalam menjaga kemampuan pangan. Namun di satu sisi yang berbanding terbalik, justru negara terlibat dalam agenda penghilangan lahan produktif pertanian,” ujar Pradarma Rupang.

Jatam Kaltim mencatat, sebanyak 19 persen dari 44 juta hektar kawasan pertanian telah beralih menjadi konsesi pertambangan, terhitung sekitar 7,7 ton beras hilang setiap tahunnya. Saat ini, menurut catatan Jatam Kaltim, daratan Kaltim dikepung 1.404 IUP  dan menimbulkan daya rusak terhadap lahan yang berpotensi menghasilkan produk pangan melalui pertanian.

“Perlu dipertanyakan, bagaimana nasib dan kemampuan pangan dan taktik masyarakat lingkar tambang,” ujar Pradarma Rupang. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status