Tiga Arahan Presiden Joko Widodo kepada Komite Pemulihan Ekonomi Nasional

KLIKSAMARINDA – Dalam Rapat Terbatas (Ratas) melalui konferensi video, Senin 27 Juli 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan arahan pada Komite Penanganan Pemulihan Ekonomi Nasional dan Penanganan Covid-19. Ada tiga tema besar yang menjadi arahan Presiden.
Pertama, Komite ini dibentuk untuk mengintegrasikan kebijakan kesehatan dan kebijakan ekonomi agar seimbang antara gas dan remnya.
“Penanganan kesehatan menjadi prioritas, tidak boleh mengendur sedikit pun. Jadi aura krisis kesehatan ini harus terus digaungkan sampai nanti vaksin tersedia dan bisa digunakan secara efektif,” ujar Presiden yang memimpin Ratas dari Istana Merdeka, Jakarta.
Presiden juga menekankan tidak ada yang namanya pembubaran Satgas Covid-19, baik di pusat maupun di daerah. Menurut Presiden, semua tetap bekerja keras dan komite ini mengintegrasikan antara kebijakan ekonomi dan kebijakan kesehatan.
Kedua, di bidang kesehatan, Presiden minta diingatkan sekali lagi untuk memberikan perhatian, memberikan prioritas penanganan di delapan provinsi, yakni: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Papua.
“Karena delapan provinsi ini berkontribusi 74% kasus positif yang ada di Indonesia. Targetnya saya kira sudah jelas,” ujar Presiden.
Presiden menekankan agar sektor kesehatan mampu menurunkan angka kematian serendah-rendahnya, tingkatkan angka kesembuhan setinggi-tingginya, dan juga mengendalikan laju pertumbuhan kasus-kasus positif baru secepat-cepatnya.
“3T; testing, tracing, dan treatment betul-betul harus dilakukan secara masif dan lebih agresif,” ujar Presiden.
Jika di lapangan jika masih ditemui peralatan tes, mesin PCR, kemudian kapasitas lab, APD, dan juga peralatan rumah sakit yang kekurangan, Presiden minta untuk segera selesaikan dan bereskan.
“Komunikasi yang efektif dengan rumah sakit, dengan masyarakat, dengan daerah harus dilakukan seefektif mungkin,” ujar Presiden.
Ketiga, mengenai penyerapan stimulus penanganan Covid, Presiden sampaikan bahwa ini masih belum optimal dan kecepatannya masih kurang.
“Data terakhir yang saya terima tanggal 22 Juli. Dari total stimulus penanganan Covid, yaitu sebesar Rp695 triliun yang terealisasi baru Rp136 triliun. Artinya baru 19%. Sekali lagi, baru 19%,” ujar Presiden.
Data yang lain, menurut Presiden, di perlindungan sosial 38%, UMKKM 25% yang termasuk penempatan dana di HIMBARA Rp30 triliun, sektor kesehatan baru terealisasi 7%, serta dukungan untuk sektoral dan pemerintah daerah juga baru terserap 6,5%, lalu insentif Usaha 13%.
“Inilah yang harus segera diatasi oleh Komite dengan melakukan langkah-langkah terobosan, bekerja lebih cepat. Sehingga masalah yang tadi saya sampaikan, serapan anggaran yang belum optimal tadi betul-betul bisa diselesaikan,” ujar Presiden.
Presiden tetap menjamin penerbitan regulasi dan administrasi jika dibutuhkan. Presiden menginginkan adanya percepatan dan shortcut agar perbaikandapat terlaksana serta tidak ada ego sektoral maupun ego daerah.
“Saya kira penting sekali ini segera diselesaikan sehingga aura dalam menangani krisis ini betul-betul ada betul,” ujar Presiden.
Pada bagian akhir, Presiden ingin di setiap posko yang ada di BNPB baik Pusat dan daerah memiliki kesibukan sehingga nampak aura kegiatan yang dilaksanakan.
Sebagai informasi, Presiden juga sampaikan informasi bahwa kasus global sudah mencapai 15,8 juta dengan angka kematian 640 ribu.
“Di Amerika Serikat sendiri sudah mencapai 4,2 juta, di Brazil 2,3 juta, di India 1,4 juta. Oleh sebab itu hati-hati, hati-hati betul. Jangan sampai aura krisis itu sudah hilang, semangat menangani krisis ini hilang atau turun,” ujar Presiden. (*)