Opini

Terpuruknya Perekonomian Indonesia Akibat Covid-19

Opini oleh: Adelia Iriana Putri (Mahasiswa Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta)

Di awal tahun 2020 ini, dunia dikagetkan dengan kejadian infeksi berat dengan penyebab yang belum diketahui. Kasus ini berawal dari laporan dari Cina kepada World Health Organization (WHO) terdapatnya 44 pasien pneumonia yang berat di suatu wilayah yaitu Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, tepatnya di hari terakhir tahun 2019 Cina.

Dugaan awal, hal ini terkait dengan pasar basah yang menjual ikan, hewan laut, dan berbagai hewan lain. Pada 10 Januari 2020 penyebabnya mulai teridentifikasi dan didapatkan kode genetiknya yaitu virus corona baru. (Diah Handayani,2020).

World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa Coronaviruses (Cov) adalah virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut COVID19. Virus Corona menyebabkan penyakit flu biasa sampai penyakit yang lebih parah seperti Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS-CoV).

Virus Corona adalah zoonotic yang artinya ditularkan antara hewan dan manusia. Berdasarkan penjelasan Kementerian Kesehatan Indonesia, perkembangan kasus COVID-19 di Wuhan berawal pada tanggal 30 Desember 2019 dimana Wuhan Municipal Health Committee mengeluarkan pernyataan “urgent notice on the treatment of pneumonia of unknown cause”. Penyebaran virus Corona ini sangat cepat bahkan sampai ke lintas negara. Sampai saat ini terdapat 188 negara yang mengkorfirmasi terkena virus Corona. (Silpa Hanoatubun, 2020).

Di Indonesia, penyebaran virus ini dimulai sejak tanggal 02 Maret 2020. Penyebaran diduga berawal dari warga negara Indonesia yang melakukan kontak langsung dengan warga negara asing yang berasal dari Jepang. Hal tersebut telah diumumkan oleh Presiden Jokowi. Seiring dengan berjalannya waktu, penyebaran Covid-19 telah mengalami peningkatan yang signifikan.

Diketahui dari data berikut, sejumlah dua kasus dari data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas Covid-19 di Indonesia sebesar 8,9%. Angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.(Adityo Susilo, 2020).

Merespon pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pemerintah Indonesia mulai menerapkan pembatasan dengan kebijakan social distancing (jaga jarak sosial, menghindari kerumunan), lalu physical distancing (jaga jarak antar orang minimal 1,8 meter) sejak awal Maret 2020. Kebijakan itu telah menurunkan secara drastis aktivitas dan pergerakan orang di Jabodetabek dan kota-kota besar. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya jumlah penumpang pada berbagai sarana transportasi mulai pesawat terbang, kereta api komuter, bus dan busway, angkot, taksi, taksi online, bajaj, hingga ojek dan ojek online (ojol).(Wibowo Hadiwardoyo, 2020). Tentunya hal tersebut berdampak pada sektor ekonomi, baik dari sisi perdagangan, investasi dan pariwisata.

Penerimaan pajak sektor perdagangan juga mengalami penurunan. Padahal perdagangan memiliki kontribusi kedua terbesar terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor migas dan non-migas mengalami penurunan yang disebabkan karena China merupakan importir minyak mentah terbesar.

Selain itu, penyebaran virus Corona juga mengakibatkan penurunan produksi di China. Padahal China menjadi pusat produksi barang dunia. Indonesia juga sangat bergantung dengan bahan baku dari China terutama bahan baku plastik, bahan baku tekstil, part elektronik, komputer dan furnitur.

Virus Corona juga berdampak pada investasi karena masyarakat akan lebih berhati-hati saat membeli barang maupun berinvestasi. Virus Corona memengaruhi proyeksi pasar. Investor bisa menunda investasi karena ketidakjelasan supply chain atau akibat asumsi pasarnya berubah. Pada 2019, realisasi investasi langsung dari China menenpati urutan kedua setelah Singapura. Terdapat investasi di Sulawesi berkisar US $5 miliar yang masih dalam proses tetapi tertunda karena pegawai dari China yang terhambat datang ke Indonesia.

Indonesia adalah salah satu negara yang memberlakukan larangan perjalanan ke luar negeri untuk mengurangi penyebaran virus Corona. Larangan ini menyebabkan sejumlah maskapai membatalkan penerbangannya dan beberapa maskapai terpaksa tetap beroperasi meskipun mayoritas bangku pesawatnya kosong demi memenuhi hak penumpang.

Para konsumen banyak yang menunda pemesanan tiket liburannya karena semakin meluasnya penyebaran virus Corona. Keadaan ini menyebabkan pemerintah bertindak dengan memberikan kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut.

Virus Corona juga sangat berdampak pada sektor pariwisata. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa wisatawan asal China mencapai 2.07 juta orang pada tahun 2019 yang mencakup 12.8 persen dari total wisatawan asing sepanjang 2019. Penyebaran virus Corona menyebabkan wisatawan yang berkunjung ke Indonesia akan berkurang.

Sektor-sektor penunjang pariwisata seperti hotel, restoran maupun pengusaha retail pun juga akan terpengaruh dengan adanya virus Corona. Okupansi hotel mengalami penurunan sampai 40 persen yang berdampak pada kelangsungan bisnis hotel.

Sepinya wisatawan juga berdampak pada restoran atau rumah makan yang sebagian besar konsumennya adalah para wisatawan. Melemahnya pariwisata juga berdampak pada industri retail. Adapun daerah yang sektor retailnya paling terdampak adalah Manado, Bali, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Medan dan Jakarta.

Penyebaran virus Corona juga berdampak pada sektor investasi, perdagangan, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan juga karena para wisatawan yang datang ke suatu destinasi biasanya akan membeli oleh-oleh. Jika wisatawan yang berkunjung berkurang, maka omset UMKM juga akan menurun. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada tahun 2016 sektor UMKM mendominasi unit bisnis di Indonesia dan jenis usaha mikro banyak menyerap tenaga kerja. (Silpa Hanoatubun, 2020).

Indonesia telah melakukan beberapa langkah dalam mengurangi efek ekonomi dari pandemi COVID-19 diantaranya adalah melakukan penurunan atas BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 BPS menjadi 4.75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4.00% dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5.50%.

Langkah ini diterapkan guna menstimulus pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan ekonomi global akibat pandemi COVID-19. Selain itu untuk menjaga agar inflasi dan stabilitas eksternal tetap terkendali serta untuk memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia harus dapat mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik (Wibowo & Handika, 2017).

Oleh karena itu kita, bersama pemerintah, harus sebaik-baiknya melindungi perekonomian dari dampak Covid-19 tersebut. Indonesia bisa melakukannya karena mempunyai sistem perlindungan sosial yang relatif maju dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.

Mari bergandengan tanggan bersama-sama untuk memelihara perekonomian kita jangan egois karena sekrang ini dibutuhkan kerjasama sehingga masalah yang dialami oleh bngsa kita dapat diselesaikan dengan baik dan bersama-sama mematuhi peraturan dari pemerintah sehingga Covid-19 dapat berakhir pada waktunya karena ketika kita tidak patuh maka pandemik akan terus berlangsung karena kurangya kesadaran untuk menaati peraturan pemerintah. (_)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
DMCA.com Protection Status