News

Solusi Iklim Alami untuk Mitigasi Perubahan Iklim Indonesia

KLIKSAMARINDA – Komitmen Pemerintah Indonesia dalam menekan emisi karbon dan mitigasi perubahan iklim diwujudkan melalui berbagai strategi inovatif. Salah satunya dengan mengembangkan solusi iklim alami atau Natural Climate Solutions (NCS) yang memiliki pontesi untuk memberikan kontribusi hingga 90 persen dari target Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia. Indonesia, dengan potensi solusi iklim alami yang sangat tinggi, pun optimistis dapat mencapai target penurunan emisi nasional pada 2030.

Hal ini menjadi pembahasan utama dalam diskusi interaktif yang digelar Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), “Solusi Iklim dari Alam untuk Alam” pada Selasa 27 Oktober 2020, secara daring. Hadir sebagai pembicara ujar Ir. Sarwono Kusumaatmadja yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Diskusi mengenai pengembangan solusi iklim alami untuk mengatasi perubahan iklim ini juga menghadirkan Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan di Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dr. Belinda Margono, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, Ence Ahmad Rafiddin Rizal, S.T., M.Si, dan Direktur Eksekutif YKAN, Herlina Hartanto, PhD.

“Indonesia dikenal memiliki kemampuan laten untuk memberi solusi bagi perubahan iklim karena kekayaan sumber daya alamnya. Menjadi rumah bagi hutan mangrove terluas di dunia, hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, dan masih ada aset alam lain—yang meski juga mengalami degradasi—tetapi masih dapat diandalkan. Riset lain mengatakan, jika suatu bentang alam masih utuh, baik di wilayah daratan atau kelautan, mampu menahan kerusakan yang disebabkan oleh perubahan iklim,” ujar Sarwono.

Mengembangkan potensi alam yang tinggi ini menjadi bagian dari komitmen untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Implementasi solusi berbasis alam pun perlu memperhatikan modalitas dan mempertimbangkan kondisi Indonesia saat ini. Belinda memaparkan, dari lima sektor untuk meraih target NDC Indonesia, sektor kehutanan memainkan peranan penting karena menanggung sekitar 17,2 persen dari total target 29 persen.

Dengan kata lain, sekitar 69 persen dari pencapaian target NDC Indonesia adalah sektor kehutanan yang luasnya mencapai 94,1 juta hektare. Ia pun mengakui, bekerja dengan alam adalah strategi yang paling pas dengan modalitas yang dimiliki Indonesia.

Solusi iklim alami merupakan serangkaian upaya mitigasi berbasis alam yang mencakup perlindungan hutan dan lahan basah, perbaikan pengelolaan hutan, serta restorasi ekosistem hutan, gambut, dan mangrove. Indonesia bersama tiga negara tropis lainnya (Brasil, Kongo dan India) dapat menyumbang lebih dari setengah dari potensi penurunan emisi. Indonesia sendiri memiliki potensi terbesar, dengan kemampuannya menekan emisi karbon sekitar 1,4 Gton CO2e/tahun.

Komitmen pemerintah dalam menekan emisi karbon dan mitigasi perubahan iklim tentu memerlukan dukungan dan jalinan kemitraan dari seluruh pihak kepentingan, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten. Dalam hal ini, Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi satu-satunya provinsi yang ditunjuk pemerintah pusat untuk terlibat dalam Forest Carbon Partnership Facility di mana Kaltim mendapatkan insentif apabila berhasil melakukan upaya mengurangi emisi karbon.

“Sejak tahun 2015, kami juga bekerja sama dengan YKAN membentuk Kawasan Ekosistem Esensial Wehea Kelay seluas 532 ribu ha, yang kini melibatkan 23 mitra, baik dari mitra pemerintah, korporasi, maupun masyarakat. Tujuannya untuk menjaga habitat orang utan baik di kawasan hutan lindung, maupun di area konsesi hutan produksi dan kebun sawit,” jelas Riffadin Rizal.

Melalui program solusi iklim alami ini, bekerja sama dengan KLHK, YKAN memperbarui studi NCS yang dilakukan pada tahun 2017 dan 2019 dengan melakukan kajian pada 7 strategi atau pathways. Ketujuh pathways tersebut adalah pencegahan deforestasi mangrove, restorasi mangrove, pencegahan kerusakan gambut, restorasi gambut, pencegahan deforestasi hutan, restorasi, dan pengelolaan hutan secara lestari. Kajian ini dilakukan bekerja sama dengan beberapa unit di KLHK di bawah koordinasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim.

“YKAN mendukung upaya KLHK untuk mencapai NDC melalui kajian-kajian ilmiah untuk mengetahui strategi yang memiliki potensi mitigasi terbesar sekaligus efektif biaya. Analisa biaya ini penting karena seperti yang kita ketahui, upaya mitigasi memerlukan biaya yang tidak sedikit dan masih besarnya kesenjangan dari sisi pendanaan untuk memenuhi target penurunan emisi Indonesia di tahun 2030,” papar Herlina.

Lebih lanjut ia menjelaskan, peranan dari setiap pihak kepentingan amat penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim, termasuk pihak korporasi dan masyarakat. YKAN pun mengajak mitra korporasi untuk mendukung upaya pemerintah, antara lain dalam upaya perlindungan dan restorasi ekosistem mangrove di bawah program MERA (Mangrove Ecosystem Restoration Alliance). Masyarakat pun punya peranan penting sehingga YKAN mengembangkan pendekatan Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan (SIGAP).

“Kami berkeyakinan bahwa masyarakat tidak boleh hanya menjadi penonton. Di tingkat desa juga harus dilakukan pembangunan hijau, pembangunan yang selaras dengan alam. Karena masyarakat desa pun sadar bahwa mereka harus melindungi dan melestarikan alam tempat hidup bergantung, tetapi mereka juga membutuhkan pembangunan,”papar Herlina.

Kolaborasi untuk memulihkan alam dan menahan laju perubahan iklim menjadi hal yang tak bisa ditawar. Sarwono pun mengingatkan, “Mitigasi perubahan iklim ini sangat mendesak. Tetapi, untuk melakukan mitigasi, juga harus melakukan adaptasi. Kita harus bekerja dengan alam dan menerapkan gaya hidup yang merupakan refleksi dari penghormatan kita terhadap alam”. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status