DPRD KaltimNews

Muhammad Udin Suarakan Keluhan Kelompok Nelayan Marlin soal Destructive Fishing di Berau

KLIKSAMARINDAKelompok Nelayan Marlin dari Balikukup, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Kaltim) mengadu ke DPRD Kaltim. Kelompok Nelayan Marlin mengeluhkan adanya dugaan ‘destructive fishing’ yang dianggap merusak tatanan laut.

Kelompok Nelayan Marlin menilai, destructive fishing itu berupa praktik penangkapan ikan yang menggunakan bahan kimia, bahan peledak, setrum dan alat tangkap. Karena itu, destructive fishing tidak ramah lingkungan seharusnya bisa dihindari.

Menurut Kelompok Nelayan Marlin, destructive fishing benar-benar merusak sumber daya ikan maupun lingkungannya. Sehingga, kasus ini sudah sepatutnya menjadi perhatian semua pihak terutama pemerintah.

Keluhan tersebut datang dari Ketua Kelompok Nelayan Marlin Suriyadi sebagai aspirasi kepada Muhammad Udin selaku Anggota DPRD Provinsi Kaltim.

Politikus Golkar ini segera menyampaikannya dalam Rapat Paripurna ke-31 Masa Sidang III Tahun 2023, Senin 11 September 2023.

“Mohon maaf, izin membacakan surat terbuka dari kelompok nelayan yang ada di Kabupaten Berau untuk Pak Gubernur khususnya Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Kaltim,” ujar Udin, sapaannya, saat mulai membacakan surat terbuka dari Kelompok Nelayan Marlin di Gedung B Kompleks DPRD Provinsi Kaltim, jalan Teuku Umar, Samarinda.

Kelompok Nelayan Marlin merupakan kelompok nelayan tradisional yang sehari-hari bekerja dengan metode ramah lingkungan berskala kecil. Biasanya, kelompok nelayan seperti ini menangkap ikan menggunakan pancing dan rawai tidak seperti nelayan kompresor.

“Dengan keputusasaan, perkenankan kami menyampaikan dan mengadu. Karena kami hampir mencoba segala macam cara, namun makin terpuruk. Maraknya pengeboman ikan dan penggunaan racun potasium oleh nelayan kompresor benar-benar mengganggu kami,” ujar Muhammad Udin

Muhammad Udin menyatakan, hal yang makin meresahkan kelompok nelayan tradisional terjadi ketika pengepul ikan ikut menyuplai bahan bom dan racun potasium kepada nelayan kompresor.

Penggunaan bahan terlarang itu dapat merusak alam. Laut yang dulunya memberikan Nelayan Tradisional ini makan dan menjadi satu-satunya mata pencaharian lanjut Udin, kini seolah-olah menjadi daerah yang menakutkan.

“Belakangan kami diberitahu jika kegiatan itu disebut dengan destructive fising. Kami telah menyaksikan kerusakan terumbu karang tiap hari. Namun kami tidak bisa berbuat apapun, karena kami menduga ada oknum petugas yang ikut bermain untuk melindungi praktik destructive fising,” ujar Udin membacakan keluhan Kelompok Nelayan Marlin.

Atas dasar itu, kelompok nelayan tradisional di Kabupaten Berau merasa terancam. Sebab, apabila aktivitas destructive fising dibiarkan, maka akan merugikan banyak pihak dan berdampak pada perekonomian masyarakat setempat, terutama para nelayan tradisional.

“Dampaknya, kami (nelayan tradisional) akan kesulitan menghidupi keluaga dan membiayai sekolah anak-anak kami,” ujar Muhammad Udin.

Hingga hari ini, nelayan tradisional mengaku sudah mulai merasakan dampak pengeboman ikan dan racun potasium. Terutama di wilayah pesisir Kabupaten Berau yang dilakukan oleh nelayan kompresor.

Nelayan mengaku hasil tangkapan mereka terus berkurang setiap bulan. Kondisi tersebut terjadi karena lokasi memancing nelayan tradisional justru dibom dan diberikan racun potasium.

“Bantulah kami Pak Gubernur. Tolong turunkan agen-agen mandiri ke tempat kami, tanpa perlu berkoordinasi dengan aparat lokal yang menurut kami tidak terpercaya,” demikian permohonan Kelompok Nelayan Marlin Berau melalui surat terbuka yang dibacakan Muhammad Udin. (Dya)

Back to top button
DMCA.com Protection Status