Ragam

Mengenal Laduman Tradisi Ramadan di Desa Jantur Kukar

KLIKSAMARINDAPerjalanan sore itu terasa nyaman saat menyusuri aliran Sungai Mahakam.
Pesona senja menaungi sejumlah jurnalis dan warga yang menikmati perjalanan di atas kapal wisata di sungai sekitar Desa Jantur.

Di kejauhan, tampak lanskap sebuah masjid dengan panorama warga yang beraktivitas saat mendekati waktu berbuka puasa. Mendadak, sore itu dikejutkan dengan suara yang terdengar seperti dentuman.

Ya, suara dentuman itu muncul dari sebuah benda berbentuk panjang mirip meriam sekira 10 meter. Dua moncongnya diarahkan ke arah timur dan selatan di depan Masjid Jamiyatutaqwa, Desa Jantur, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim).

Di sana, beberapa warga menempelkan nyala api pada salah satu bagiannya. Sesaat kemudian terdengar dentuman menggelegar yang terdengar hingga jarak 2-3 kilometer dari tempat kapal mengapung.

Suara dentuman itu sekaligus menjadi penanda waktu berbuka puasa di kawasan Jantur dan beberapa desa di sekitar Danau Jempang Kukar. Warga setempat menyebutnya sebagai laduman.

Budaya membunyikan laduman yang terbuat dari batang pohon mangga air ini sudah berlangsung sejak lama.

Jarak pemukiman warga Desa Jantur yang terpisah-pisah di atas air ini juga yang mengawali pembuatan dibuatnya laduman supaya masyarakat bisa berbuka puasa secara serempak.

Desa Jantur sendiri merupakan desa di pedalaman Kukar yang berpenduduk 2.049 jiwa. Sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai nelayan.

Masjid Jamiyatutaqwa yang terletak di tengah-tengah desa menjadi tempat diletakkanya dua laduman. Benda itu, selama bulan Ramadan, dibunyikan sebanyak dua kali saat berbuka puasa.

Proses pembuatan meriam besar tersebut memakan waktu yang cukup lama. Pertama kali, warga mengambil pohon mangga air dan membelahnya.

Bagian dalam batang pohon mangga air itu kemudian dipahat untuk mengeluarkan sampai membentuk lingkaran. Batang pohon yang terbelah itu kemudian disatukan kembali dan diikat dengan drum besi.

Untuk membuat meriam ini, warga Desa Jantur mengumpulkan uang secara swadaya. Mereka lalu membeli bahan-bahan untuk membuat meriam jantur.

Tradisi laduman setiap Ramadan di Desa Jantur, Muara Muntai Kukar.

Agar laduman ini awet selama sebulan penuh, setiap akan digunakan laduman ini selalu disiram menggunakan air.

Menurut warga setempat, Ahmad Munir, tujuannya agar batang kayu tidak terlalu kering. Selain itu, agar plat besi yang mengikat pohon itu agar tidak terbuka dan bisa dipastikan kuat dengan cara terus dipukul menggunakan palu.

“Soalnya dibelah ini, Pak. Kemudian dikeruk tengahnya. Baru dikasih drum supaya tidak terbuka,” ujar Ahmad Munir, Sabtu 1 April 2023.

Laduman Tradisi yang Dilestarikan

Tradisi laduman saat bulan Ramadan di Desa Jantur ini diperkirakan sudah dimulai sejak tahun 1950 atau kurang lebih 72 tahun lalu.

Menurut warga Desa Jantur, Nasrulah, tradisi membunyikan laduman ini merupakan buah pemikiran warga Desa Jantur sendiri.

Pada masa lalu, demikian Nasrulah berkisah, belum ada alat yang menjadi penanda berbuka puasa seperti beduk atau kumandang azan yang menjangkau wilayah luas.

Saat itu, pengeras suara masih sukar. Warga pun hanya mengandalkan matahari yang tenggelam di ufuk barat sebagai tanda waktu berbuka puasa.

“Pada waktu itu belum ada sejenis internet atau komunikasi sejenis kaya radio atau apa menandakan untuk warganya untuk berbuka. Jadi, kemungkinan oang tua yang dulu kala kepikiran untuk serentakan di kampungnya itu untuk menandakan waktu berbukanya gitu (pakai laduman),” ujar Nasrulah.

Cara unik warga Desa Jantur sepanjang Ramadan ini masih bertahan hingga saat ini. Menurut warga Desa Jantur lainnya, Sabaruddin, tradisi laduman ini menjadi peninggalan para orang tua pendiri kampung ini merupakan salah satu budaya yang patut dilestarikan.

Sabaruddin menyatakan, bunyi laduman tidak selamanya meresahkan. Di desa yang berada di tengah Danau Jempang Kukar ini, suara laduman justru ditunggu-tunggu warga.

“Senang aja, Bang, melanjutin orang dulu, kan? Dibutuhkan karena yang jauh seperti di ujung bisa kedengaran untuk berbuka,” ujar Sabaruddin.

Pada pengujung bulan Ramadan yaitu malam takbiran, laduman akan berbunyi untuk terakhir kali. Itulah tanda perpisahan dengan bulan suci ramadan sekaligus sambutan untuk hari raya kemenangan. (Suriyatman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status