Mencermati Hasil Kolaborasi Pengelolaan Habitat Orangutan Kalimantan
KLIKSAMARINDA – Orangutan Kalimantan adalah satwa endemik Indonesia yang hanya terdapat di Pulau Sumatra dan Pulau Kalimantan. Di Kalimantan Timur (Kaltim), salah satu sebaran habitat orangutan berada di Bentang Alam Wehea-Kelay.
Orang utan sebagai spesies payung dijadikan dasar kolaborasi 23 pihak, mulai dari pemerintah, sektor swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat dalam mengelola kawasan seluas 532.143 hektare tersebut.
Bentang Alam Wehea-Kelay adalah lanskap dengan pelbagai kepentingan. Mulai dari Hutan Lindung Wehea, Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan–Hutan Alam (PBPH-HA), PBPH – Hutan Tanaman, area kelola masyarakat, pemerintah daerah, lembaga riset, akademisi, dan perkebunan sawit.
Para pihak ini berkolaborasi dalam mengelola kawasan secara lestari sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Di bawah payung Forum Kolaborasi Bentang Alam Wehea-Kelay, para pihak sudah bekerjasama hampir selama satu dasawarsa.
“Salah satu yang menarik perhatian saya, bahwa hasil kolaborasi ini menghasilkan prototipe produk bioprospeksi yang terinspirasi dari tumbuhan pakan orang utan,” ujar Sekretaris Daerah Kalimantan Timur Sri Wahyuni yang diwakili oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur Anwar Sanusi ketika membuka Ekspos Hasil Kolaborasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Skala Bentang-Alam di Wehea-Kelay, pada Selasa, 10 Desember 2024, di Samarinda.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 2 tahun 2018 menjelaskan bahwa bioprospeksi adalah kegiatan eksplorasi, ekstraksi, dan penapisan sumber daya alam hayati untuk pemanfaatan secara komersial baik dari sumber daya genetik, spesies dan atau biokimia beserta turunannya.
Di dalam Bentang Alam Wehea-Kelay, sebanyak 59 jenis pakan orangutan telah diteliti oleh periset dari Universitas Mulawarman dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Dari penelitian tersebut, ditemukan ada sekitar 30 jenis tumbuhan yang memiliki informasi etnofarmakologi (bioaktivitas dan nutrisi).
Sri mengatakan bahwa ini adalah kajian yang membuka jendela baru atas manfaat orang utan kalimantan dan habitatnya.
“Tidak hanya akan bermanfaat bagi kesehatan manusia, namun juga pengembangan ekonomi masyarakat berbasis bioprospeksi,” tambahnya.
Anwar Sanusi yang juga Ketua Forum Kolaborasi Bentang Alam Wehea-Kelay mengatakan, kontribusi keanekaragaman hayati dari kawasan ini tidak diragukan lagi.
Menurutnya, dari data Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan (2023), bentang alam ini menyumbang sekitar 35 persen pencapaian Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL).
“Indeks ini menggambarkan kualitas tutupan lahan yang dihitung dari kondisi tutupan hutan dan tutupan vegetasi nonhutan, “ujar Anwar.
Bentang Alam Wehea-Kelay mempertahankan keanekaragaman hayati di dalamnya. Berdasarkan survei yang dilakukan forum, ada sekitar 1.200 individu orangutan kalimantan dan lebih dari 1.400 jenis satwa liar yang mendiami kawasan berhutan ini.
Wilayah ini juga merupakan kawasan penyangga Daerah Aliran Sungai (DAS) Kelay dan DAS Wahau bagi masyarakat Kecamatan Kelay di Kabupaten Berau dan Kecamatan Kombeng, Kecamatan Wahau, serta Kecamatan Telen di Kutai Timur.
Selain itu, setidaknya ada sekitar 30 ribu jiwa yang menggantungkan sumber air dari ekosistem ini.
Anwar mengatakan dengan menjadikan perlindungan habitat orangutan sebagai kunci kolaborasi ternyata banyak peluang yang terbuka.
“Memang banyak pelajaran dan kebijaksanaan dari orangutan untuk kemaslahatan,” tambah Anwar.
Dekan Universitas Mulawarman, Irawan Wijaya Kusuma mengamini dan membuktikan pernyataan tersebut.
Tim riset gabungan dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman bersama YKAN melakukan penelitian terhadap pakan orang utan.
Sepanjang 2023, para peneliti ini telah mengidentifikasi 227 jenis pakan orang utan. Mereka kemudian mengerucutkan menjadi 11 jenis pakan dengan mencari bioaktivitas dan kandungan nutrisi.
“Ketemulah jenis Macaranga conifera ini yang memiliki potensi anti-kanker, anti-diabetes, dan anti-oksidan yang bisa diturunkan untuk produk perawatan kulit,” ujar Dekan Fakultas Kehutanan Unmul ini.
Kemudian, tim membuat purwarupa yang berkhasiat untuk antipenuaan dini, antijerawat, pencerah wajah.
“Tiga produk tersebut dipilih sesuai dengan kondisi pasar saat ini,” ujar Irawan sembari menunjukkan sampel produk perawatan kulit dengan nama dagang WEMACA.
Ia mengatakan tidak menutup kemungkinan, akan lebih banyak produk turunan. Lantaran masih banyak jenis pakan lain yang belum dioptimalkan khasiatnya.
Manfaat dari kolaborasi pengelolaan bentang alam ini juga dirasakan oleh dunia usaha.
Direktur Utama PT Gunung Gajah Abadi, Totok Suripto, mengatakan kemitraan ini telah membantu perusahaan dalam menerapkan praktik pengelolaan konsesi yang berkelanjutan.
Sebelum ada kolaborasi, pemegang PBPH-HA ini sudah menerapkan aturan-aturan berkelanjutan, tapi berjalan sendiri-sendiri.
“Padahal isu yang dijaga bergerak lintas batas dan dampak pengelolaan di tiap perusahaan juga pasti lintas batas,” kata Totok.
Sehingga keberadaan forum sangat membantu menyelaraskan standar praktik baik di tiap perusahaan.
Yuliana Wetuq yang mewakili perwakilan Lembaga Adat Dayak Wehea mengatakan menjadi anggota forum membantu menjaga hutan terakhir mereka.
“Kami mendapatkan kawan untuk patroli, survei dan menjaga hutan lindung Wehea,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Anggota Dewan Pengawas YKAN Wiratno menyampaikan apresiasi atas kolaborasi yang erat semua pihak dalam pengelolaan Wehea-Kelay.
Menurutnya, pembelajaran ini bisa menjadi referensi untuk diimplementasikan di tempat lain di Indonesia.
“Bagaimana pengelolaan sumber daya alam bisa memberikan banyak manfaat tidak hanya dari sisi ekologi, tapi juga ekonomi bagi pelaku usaha sekaligus masyarakat,” ujar Wiratno. (*)