News

Kritik Jatam Kaltim, Banjir Sangatta Ulah Tambang

KLIKSAMARINDA – Dua kecamatan di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), menjadi kawasan banjir sejak 19 Maret 2022. Dua kecamatan tersebut adalah Kecamatan Sangatta Utara dan Kecamatan Sangatta Selatan.

Hingga hari ketiga, Senin 21 Maret 2022, warga di dua kecamatan itu tak dapat beraktivitas akibat banjir. Tak hanya kerugian materil, warga juga terancam penyakit dan tekanan mental akibat banjir tersebut.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim mencatat, ada sebanyak 4.471 kepala keluarga atau 16.896 jiwa warga yang terdampak dari banjir ini. Jatam Kaltim juga mencatat 2 ribu warga di 2 kecamatan tersebut dipaksa mengungsi dari tempat tinggalnya.

Jumlah tersebut diyakini terus bertambah mengingat luas serta tingginya permukaan air hingga mencapai ketinggian leher orang dewasa.

“Wilayah terdampak paling parah berada di kecamatan Sangatta Selatan, Tepatnya di 3 desa, yaitu Desa Sangatta Selatan, Desa Pinang Raya, dan Kelurahan Singa Geweh. Hingga 21 Maret 2022, pusat kota dan jalan raya masih terendam air hingga setinggi paha orang dewasa,” ujar Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang melalui rilis.

Menurut catatan Jatam Kaltim, banjir ini telah menelan korban jiwa. Yaitu 1 orang warga bernama Suriyati (41) warga Jalan Pinang Dalam. Korban berusaha naik ke atas rumah karena panik karena banjir. Namun korban jatuh tersungkur ke air.

Selain jatuhnya korban jiwa, sejumlah kerugian juga dialami oleh masyarakat, antara lain sebanyak 366 rumah rusak diterjang banjir.

Banjir bukan hal baru bagi warga di 2 kecamatan tersebut. Oktober tahun 2021, dua kecamatan itu juga mengalami bencana banjir. Banjir kali ini yang terjadi sejak tanggal 18 Maret 2022 terhitung banjir terparah selama kurun waktu 20 tahun.

“Jika dibandingkan dengan banjir sebelum-sebelumnya, banjir yang sekarang daya rusaknya jauh lebih besar. Hujan yang mengguyur selama 2 hari menunjukkan potret bagaimana rapuhnya dua kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan dari bahaya banjir,” ujar Pradarma Rupang.

Jatam Kaltim menilai rapuhnya kawasan ini terjadi karena adanya pembukaan hutan dan berganti menjadi tambang skala besar di wilayah hulu Sungai Sangatta.

“Jatam Kaltim menduga aktivitas pembongkaran hutan dan gunung yang dilakukan oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC) merupakan penyebab banjir selama 3 hari ini. PT KPC adalah sebuah perusahaan batubara raksasa yang sahamnya dimiliki Aburizal Bakrie, mantan Menteri di pemerintahan SBY dan juga mantan Ketua Golkar,” ujar Pradarma Rupang.

PT KPC punya Kontrak Karya dari Pemerintah RI pada tahun 1982 dengan luasan konsesi 90.938 hektare. Terbaru, PT KPC pada awal tahun 2022 mendapatkan perpanjangan kontrak dengan luas konsesi mengecil menjadi seluas 61.543 Ha.

Dalam catatan Jatam Kaltim, per tahun PT KPC memproduksi 60 juta metrik ton batubara. Sebanyak 75% hasil produksi batubara PT KPC itu dikirim ke luar negeri.

“Jatam Kaltim telah memprediksi banjir besar yang menerjang warga di dua kecamatan. Tidak sulit untuk menghubungkannya. Mengingat hutan-hutan di wilayah hulu dari Sungai Sangatta telah dibabat habis oleh PT KPC dan bukit-bukitnya dikeruk menjadi lubang tambang yang besar,” ujar Pradarma Rupang.

Jatam Kaltim juga mencatat selama 39 tahun mengeruk bumi Kutai Timur, PT KPC seringkali melakukan sejumlah pelanggaran.

Daftar dugaan pelanggaran PT KPC
1. Meracuni Sungai Sangatta dan Sungai Bengalon.
Sepanjang tahun PT KPC mengalirkan limbah tambang melalui kedua sungai ini. Dampak yang terjadi badan Sungai Sangatta dan Sungai Bengalon mengalami penyempitan serta dasar sungai alami pendangkalan secara ekstrim.

“Air sungai sudah tidak lagi layak dipakai memasak dan konsumsi sehari-hari. Hal lainnya ekosistem sungai yang rusak mengakibatkan mahluk lain yang hidup di sungai seperti buaya jadi terganggu. Buaya yang biasa hidup di muara kini semakin sering berenang masuk kewilayah pemukiman warga untuk mencari makan,” ujar Pradarma Rupang.

2. Kasus perampasan lahan
Kasus perampasan lahan juga mengaitkan PT KPC pada deret kasus yang dimiliki Jatam Kaltim. Kasus itu adalah perampasan lahan milik masyarakat adat dan petani dengan menggunakan kekerasan.

“Hal itu dialami oleh Dahlia pada tahun 2016 diseret secara paksa keluar dari kebunnya oleh pihak keamanan PT KPC dengan dikawal aparat Brimob. Akibat dari tindakan represif pihak perusahaan, Dahlia mengalami cacat permanen serta trauma psikis. Hingga hari ini tidak ada tindakan pemulihan dari pihak PT KPC terhadap kesehatan dan psikis Dahlia,” ujar Pradarma Rupang.

Jatam Kaltim juga mencatat kehilangan lahan milik warga di dua kampung masyarakat Dayak Basap, di Desa Keraitan dan Desa Tebangan Lembak karena perluasan tambang PT KPC.

“Ratusan hektar ladang warga melalui program resetlemen yang diusung perusahaan sebenarnya merupakan pengusiran dari kampung asal adalah siasat busuk PT KPC untuk mengeruk batubara yang ada dibawah pemukiman, makam dan ladang warga,” ujar Pradarma Rupang.

Karena itu, Jatam Kaltim menilai PT KPC sangat tidak layak mendapatkan penghargaan Peringkat Emas dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan Hidup (PROPER) yang diberikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Ini bertolak belakang dengan kondisi yang terjadi sebenarnya di lapangan. Faktanya, PT KPC tidak bisa mengembalikan dan memulihkan layanan fungsi alam disejumlah kawasan yang telah PT KPC tambang seperti mata air dan sungai. Begitu juga dengan lubang tambang, Jatam Kaltim menemukan terdapat 191 lubang tambang yang tersebar di tiga kecamatan dibiarkan terbuka mengangga tanpa dilakukan penutupan,” tambah Pradarma Rupang.

Sikap Jatam Kaltim

Sikap Jatam Kaltim antara lain mendesak pemerintah membuka pos layanan bantuan serta tempat evakuasi bagi warga yang terdampak dari banjir.

Selain itu, Jatam juga mendesak Pemerintah Pusat mengevaluasi dan lakukan audit secara menyeluruh kepada PT KPC terhadap komitmen pemulihan hutan serta penutupan lubang tambangnya.

Jatam Kaltim juga meminta agar pemerintah tidak hanya memberikan saksi administratif kepada PT KPC. Pun, juga memberikan sanksi Pidana atas sejumlah pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan PT KPC.

“Pemerintah juga perlu membuka hasil pengawasan dan evaluasi kinerja pemulihan dan penutupan lubang tambang PT KPC kepada warga di lingkar tambang,” ujar Pradarma Rupang. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
DMCA.com Protection Status