NewsProvinsi Kaltim

Benarkah Nuklir Berbahaya Bagi Pasien Kanker? Ini Penjelasan Direktur RSUD AWS

KLIKSAMARINDA – Pengobatan nuklir kerap disalahartikan. Sebabnya selama ini banyak yang menganggap nuklir selalu berwujud bom. “Padahal tidak terbatas itu. Teknologi nuklir saat ini telah berkembang di dunia kesehatan,” kata Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie, dr David Hariadi Masjhoer, Sp.OT, Selasa 16 Mei 2023 kemarin, saat menggelar press conference di Ruang Buana, Lantai 2, Gedung Manajemen RSUD AWS.

Katanya, Instalasi Kedokteran Nuklir di RSUD AWS sejauh ini banyak membantu dalam proses diagnosis berbagai penyakit. Terutama kanker. Padahal sebelumnya, penanganan pasien kanker hanya dengan dua cara. Yakni kemoterapi dan operasi. “Kini dunia kedokteran sudah memiliki alternatifnya,” ujarnya.

“Cara kerja radioterapi berbeda dengan pengobatan nuklir. Kalau pengobatan nuklir, pasien diminumkan zat radioaktif ke dalam tubuh untuk mematikan sel kanker. Sementara radioterapi dengan penyinaran sinar radiasi,” timpal dr David Hariadi Masjhoer.

Baginya, memang banyak masyarakat yang masih mempertanyakan fungsi dari pengobatan nuklir untuk kanker. Namun secara medis, pengobatan ini bisa meminimalisir zat-zat kanker dengan memanfaatkan penyinaran zat radioaktif.

“Caranya, pasien meminum zat radioaktif itu. Ya dimasukkan ke dalam tubuhnya. Kemudian zat radioaktif nantinya akan bekerja secara selektif yang hanya mematikan sel tumor yang ada,” ucapnya.

FOTO: Faisal Rahman/Klik Samarinda

Menurut dr David Hariadi Masjhoer, metode ini tentu sangat berbahaya. Sebab karena kandungan radioaktifnya. Baginya, jika menilik dari azas bahaya dan manfaat, penggunaan nuklir untuk pasien justru banyak manfaatnya.

Makanya, pengobatan ini difokuskan untuk pasien yang memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi. “Bagi orang normal hal ini berbahaya karena memang hanya diperuntukkan untuk pasien yang telah meminum zat radioaktif,” ujarnya.

Setelah proses ini dilakukan, pasien akan diisolasi terlebih dulu selama 3 hari hingga kandungan zat radioaktifnya tak lagi bekerja. Mereka akan diisolasi di Ruang Isolasi Radio Aktif atau RIRA.

“Kenapa 3 hari? Karena dalam waktu 3 hari itu waktu radioaktif tidak lagi resisten. Setelah itu pasien baru boleh keluar ruangan,” jelasnya.

Disamping itu, dr David Hariadi Masjhoer menuturkan, RIRA merupakan kamar khusus yang idbangun agar tidak bis amengeluarkan sinar radioaktif. “Karena kalau dindingnya tipis radioaktifnya bisa tembus,” urainya.

Tak hanya sampai disitu, dr David Hariadi Masjhoer menerangkan, selama di RIRA, kotoran dan kencing pasien yang memiliki kandungan radioaktif, juga harus ditampung di septitank khusus. “Ketebalannya sampai 4 meter. Atas, kanan dan kiri, lalu depan dan belakkang.,” bebernya.

Sebelum dibuang sekalipun, papar dr David Hariadi Masjhoer, septitank rutin diukur. “Jika tak ada kandungan radioaktifnya baru bisa dibuang,” tukasnya.

Sebagai informasi, dalam press conference ini, turut hadir Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi KaLimantan Timur, Muhamamd Faisal, dr Samuel Kevin, SpOnkRad.(K), dan dr. Habusari Hapkido. (Faisal/Adv/KominfoKaltim)

Back to top button
DMCA.com Protection Status